“Assalamu’alaikum Akhi!”
ucapku menyapa beberapa teman yang ketika itu berpapasan denganku, ketika
mereka hendak pergi ke dapur untuk makan siang. tanpa ada balasan, mereka berlalu
begitu saja melewatiku. Kok, susah sekali ,ya, hanya sekedar menjawab salam,
kataku dalam hati sambil menggerutu.
Budaya yang luntur
Ketika sobat API berkunjung ke kampus
Hidayatullah dan sudah berada di depan pintu pagar yang berwarna hijau dan
berukuran sekitar empat meter tersebut, dan sobat API hendak masuk ke dalam, maka sobat
API secara sengaja atau tidak akan melihat di pagar tersebut terpasang sepanduk
kecil yang terdapat gambar seorang anak muslim dan muslimah berpakaian muslim
dan tepat di atas kedua anak tersebut terdapat sebuah pesan singkat yang
berbunyi “ Budayakan senyum, salam, sopan dan santun “.
Dari pesan singkat di atas ada satu hal
yang patut kita garis bawahi yaitu kata “salam“, yang mana
kalimat ini mengandung makna yang sangat menentramkan jiwa, yang
merupakan suatu do’a yang telah menjadi kebiasaan orang-orang terdahulu di
zaman nabi dan para sahabat di kala ketika mereka bertemu satu sama lain,
bahkan terkadang di tambah dengan pelukan hangat yang menandakan eratnya tali
persaudaraan yang terjalin di antara mereka dan keharomonisan kehidupan para
sahabat. Namun bagaimana halnya jika salam ini hanya diucapkan di saat hendak
memulai sebuah ceramah, khutbah, atau bahkan hanya di ucapkan ketika
pembelajaran di kelas semata, sementara di dalam keseharian kita ketika bertemu
satu sama lain tidak sepatah katapun yang keluar dari lisan-lisan kita. Sungguh ini merupakan tanda bahwa tali
persaudaraan hubungan dan keharmonisan tidak terjalin dengan baik bahkan hambar
rasanya, seperti halnya fenomena yang di alami penulis di atas.
Namun, ada pula fenomena lain yang penulis
temukan yaitu ketika seorang santri yang
berlalu di hadapan ustadznya, namun tidak sepatah kata pun yang keluar dari
lisan santri tersebut. Naudzubillah.
Padahal kita sumua sudah tahu akan begitu
banyaknya hadits yang menyeruhkan kepada kita tentang menyapa satu sama lain. “hafsus salam bainakum tahaabu “ (
sebarkanlah salam di antara kalian niscaya kalian saling mencintai ) HR, Al
Hakim. Begitu pula tentang kaifiyah (cara-cara) mengucapkan
salam dan kepada siapa saja kita harus mengucapkanya. Diantara caranya ialah dari yang mudah
kepada yang lebih tua, yang berdiri kepada yang duduk, yang berkendaraan kepada
yang berjalan kaki. Namun realita saat ini budaya tersebut sudah semakin luntur
dan bahkan hampir hilang dari diri umat muslim terlebih lagi mereka yang di
lingkungan islami.
Mari mencontoh semut
Membicarakan tentang semut, tentu akan
mucul di benak sobat API seekor binatang kecil berwarna hitam atau pun merah
yang hidup berjamaah dan saling membantu satu sama lain dalam hal kebaikan. Namun ada satu hal yang unik dari para semut-semut tersebut selain
dari cara mereka bekerja saling gotong royong, yaitu ketika mereka berjalan dan
di saat mereka bertemu satu sama lain, dan jika sobat API memperhatikan secara
seksama maka sobat API akan merasa kagum terhadap mereka. Kenapa bisa?
Ternyata sobat API semut yang kecil dan imut tersebut juga memiliki
persamaan sifat halnya manusia. Ternyata di saat para semut bertemu dengan
semut yang lainnya baik yang tua maupun yang mudah, mereka senantiasa
bersalaman dan berpelukkan dalam konteks cara mereka melakukannya. Dari sini
kita dapat mengambil sedikit pelajaran dari hewan yang bertubuh kecil tersebut.
Jika sekiranya keharmanonisan dalam hidup berjamaah selain dari kerja sama
tetapi juga saling tegur sapa dalam istilah islamiyahnya ialah hafsu al salam
atau menebarkan salam.
Oleh karaena itu sobat API, marilah bersama-sama kita tumbuhkan
keharmonisan dalam hidup berjamaah ini salah satunya dengan menebarkan salam. Bagaimana caranya? Ayo kita mulai dari diri
kita masing-masing dan jangan menunggu di berikan salam dari orang lain tapi
kitalah yang mendahulukan menyapa dan mengucapkan salam kepada siapa saja yang
kita temui, selama ia masih saudara kita yang seiman. Dan hal yang perlu sobat API ketahui ialah orang yang paling beruntung
adalah mereka yang lebih dahulu mengucapkan salam kepada orang lain.
*) Penulis
adalah anggota API (Asosiasi Penulis Islam)
Posting Komentar
Tanggapi atas dasar dari lubuk hati dengan ilmu yang Anda miliki..