Featured Post Today
Latest Post

"SORRY, GUE SIBUK....!"

Oleh: Khairul Hibri

Eit, hati-hati kalau ada yang mengajak/meminta belajar/menulis, kemudian kita jawab kayak gini, nih.....
"Mohon maaf, saya lagi sibuk, kayaknya gak/belum bisa, deh."
Mengapa kudu waspada?, sebab kalimat tersebut kalau difahami kebalikannya, berarti, secara tidak langsung (punya unsur) mengecap thu orang yang doyan menulis tidak punya pekerjaan alias pengangguran, makanya bisa produktif menulis.
Kalau dimodifikasi nih, hujjah yang diutarakan menjadi kayak gini, "Gue sibuk, makanya gue gak bisa menulis. Sedangkan loe bisa  menulis, karena loe tidak sesibuk gue (bahasa lainnya; menganggur/pengangguran lah)."
Dan ini nyata, lho. Ada teman yang mengaku demikia, pernah dibilang sebagai pengangguran, karena kerjanya, nulis, nulis, dan menulis melulu.
Hemmmmm....!
Untung aja jawaban itu gak nyampek ke telingan si-Dahlan Iskan (mantan mentri BUMN) atau kedengaran ama Prof. Dr. Imam Suprayogo (mantan Rektor UIN Malang).
Bisa-bisa 'dijewer' yang berucap demikian.
Lha, apa urusannya juga ama mereka berdua??
Dua tokoh itu merupakan orang yang memiliki kesibukan yang super. Si Dahlan selain sibuk mengawasi berbagai perusahaan media yang dimilikinya, juga (waktu itu) masih mengemban amanah bangsa sebagai menteri yang ditunjuk presiden.
Sedangkan sang profesor, beliau harus berjibaku berjuang membangun kampus UIN Malik Maulana Ibrahim, Malang, hingga maju dan menjadi rujukan kampus-kampus UIN di negeri ini.
Menariknya, di sela-sela kesibukan masing-masing, mereka ttap produktif menulis. Si mantan menteri acap menuangkan idenya melalui media cetak harian yang dimiliki, sedangkan si profesor memiliki kebiasaan menuangkan gagasannya di blog pribadi.
Karena begitu kosistennya menulis, tokoh yang terakhir disebut ini, beberapa tahun dipake mendapat anugerah rekor dari MURI (Musium Rekor Indonesia) sebagai sosok yang konsisten menulis setiap hari dalam kurun waktu tiga tahun berturut-turut.
Jadi, tengok, menulis sejatinya bukan perkara sibuk atau tidak sibuknya seseorang, sempat tidak atau tidaknya atau, ada atau tidak adanya waktu untuk mengerjakan, tapi sejauh mana kita mengoptimalkan waktu yang ada/tersedia untuk menulis.
Si profesor, misalnya, ia berusaha untuk senantiasa menulis setelah melaksanakan sholat shubuh (atau tahajjud). Selain memang pikiran lagi fresh, suasana rasanya juga sangat mendukung untuk mengurai kalimat demi kalimat dalam waktu ini.
Keuumuman, dalam waktu demikan,  belum begitu disibukkan dengan 'rutinitas'/kewajiban (kepegawaian/kantor). Atau bahasa lainnya, itu masih jam untuk pribadi. Jadi tinggal dioptimalkan sendiri.
Juga jangan dibayangkan bahwa menulis itu juga kudu terpusat di rumah, perpustakaan dll. Tidak juga segitunya. Selagi sempat, maka maksimalkanlah untuk menulis. Tapi kalau memang malam itu senggang, tentu lebih bagus.
Adian Husaini, cendikiawan muslim, pernah menulis sebuah artikel panjang yang ia peruntukkan untuk sebuah media on line yang dia menjadi penulis tetapnya, menerangkan, bahwa tulisan itu diselesaikan di perjalanan (penerbangan) dari Teongkok (waktu itu beliau tengah melakukan kunjungan ke sana) ke Jakarta.
Artinya., pakar pendidikan Islam itu, mengoptimalkan waktu penerbangannya dengan cara menulis.
Nah, dengan demikian, sejatinya tidak ada alasan lagi untuk tidak menulis dengan cara mengambinghitamkan kesibukan.
Kalau masih ragu, gini aja, deh, ane rekomendasi, untuk melacak buku yang judulnya; 'Siang Pegawai, Petang Pengarang'.
Dijamin akan ditemukan jawaban, bahwa MENULIS DI TENGAH KESIBUKAN ITU BUKANLAH ILUSI, TAPI JUSTRU MENGGIURKAN.
*penulis adalah anggota API


Rakyat, Diantara Bayang Kemiskinan

Oleh:Nasrudin*


Kehidupan yang makmur dan sejahtera merupakan impian setiap rakyat dimanapun berada.Terlebih lagi jika rakyat  hidup di suatu negara yang  memiliki kekayaan alam yang melimpah.Faktanya justru kita bertanya-tanya mengapa diantara kekayaan alam yang melimpah itu malah tidak membuat rakyatnya makmur dan sejahtera namun miskin bahkan melarat?
Berdasarkan BPS pada tahun 2014 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 11,25 % atau 28,28 jiwa,maka pada tahun 2015  ada tambahan penduduk miskin menjadi 1,9 jiwa.Republika Online,2/01/2015.15:00
Meningkatnya jumlah penduduk miskin,ini mengisyaratkan kita bahwa alam di Indonesia belum di manfaatkan secara maksimal.Kita tau bahwa Indonesia merupakan salah satu negara Asia Tenggara yang terletak di Garis Khatulistiwa dimana letak geografis tersebut menyebabkan pengaruh yang sangat besar bagi keadaan iklim Indonesia.Dengan terletak di garis tersebut Indonesia menjadi negara kaya akan alamnya.Minyak bumi,emas,perak,dan sederet kekayaan yang lainnya merupakan  ‘harta karun’ dari bumi pertiwi Indonesia.Karenanya sebagai hamba Allah kita patut berbangga dengan limpahan karunia dari-Nya.
Namun kekayaan yang melimpah tersebut tidaklah dinikmati oleh rakyat.Segala kekayaan yang ada diambil,dikeruk,dijarah oleh pihak Asing.Sebut saja PT.Preefort yang beroperasi di tanah Papua,PT.Newmon Nusa Tenggara yang ada di NTB.Perusahaan Asing tersebut dengan enaknya mengebor bumi nusantara ini tanpa rasa malu.Belum lagi masalah hutan,laut bahkan sampai ada pihak Asing yang berani mengklaim kepemilikan pulau di Indonesia (Baca:Klaim Kepulauan Natuna oleh China,Tempo.com 21/11/2015.09.13 WIB).Melihat fenomena yang terjadi seperti ini seakan membuat hati kita miris melihatnya.Siapa yang disalahkan? Rakyat,para elit pemerintah atau pihak Asing?
Sejatinya pihak  elit Negara  bisa mengurus dan mengelola kekayaan alam yang ada namun karena kerakusan dan mementingkan diri sendiri mengakibatkan kondisi rakyat semakin tidak karuan,ibaratnya siapa yang kuat ia yang dapat,hukum rimba pun terjadi.Memang kemerosotan moral adalah satu diantara penyebab lainya.Kita ketahui bahwa baik melalui media cetak ataupun elektronik hampir setiap hari kita disuguhkan berita korupsi,mulai dari pejabat bawah hingga tingkat tinggi.Dan masih banyak kasus-kasus lainnya yang merugikan rakyat.
Jika boleh membandingkan negara Jepang atau singapura dengan Indonesia,apa yang terlintas di benak kita.Pasti dari segi pembangunan Jepang ataupun Singapura jauh lebih makmur,padahal kita dan mereka juga pernah dijajah bahkan Jepang diluluhlantakkan oleh Amerika pada peristiwa Bom Hirosima dan Nagasaki.Kemudian dari segi wilayah Indonesialah yang nomer  ‘wahid’ namun dari segi kemajuan kita masih jauh dari mereka.Ini menandakan bahwa proses perbaikan di indonesia masih berjalan lamban.
Menurut hemat penulis sudah saatnya kita membenah diri,melakukan perbaikan di segala lini terutama yang berkaitan dengan SDM.Karena sumber daya manusia memiliki pengaruh yang besar bagi kemajuan suatu Negara.Sehingga antara SDM dan SDA  ada keseimbangan sehingga kita mampu untuk mengelola sumber daya alam yang ada.Dan yang tak kalah pentingnya adalah  para pengelola Negara atau para wakil rakyat haruslah memiliki akhlak yang terpuji  dalam menjalankan roda pemerintahan,serta paham dan mengerti apa yang menjadi aspirasi rakyatnya.Terakhir,sesuai filosofi oleh rakyat,dari rakyat,dan untuk rakyat pemerintah hendaknya secara total mengabdikan dirinya untuk rakyat.Wallahua’lam

*Penulis adalah Mahasiswa STAI Lukman Al Hakim Surabaya dan anggota Asosiasi Penulis Islam(API)Surabaya




PEMUDA DAMBAAN AKHIR ZAMAN

Oleh: Syuhada
     

Masa muda katanya adalah masa yang penuh warna, masa-masa yang setiap orang tua pasti ingin memutar lagi memorinya. Tapi, masa itu sangatlah labil, Pikiran pun belum bisa terfokus pada satu titik, hanya mengikuti alur hasrat dan keinginan yang ada di dalam hati sehingga masa itu akan membuat orang yang mengalaminya seperti terombang-ambing di atas derumnya ombak laut.
      Muda itu menentukan masa depan, sejahtera atau tidaknya kehidupan yang akan datang, yang apabila seseorang salah melangkah maka akan terhimpit dan tergilas oleh waktu dan zaman. Muda itu tidak bisa diulang kembali yang nantinya hanya akan menjadi bahan angan.
Masa muda identik dengan kata cinta, yang sulit dicari definisinya, dan di dunia ini pun masih belum ditemukan juga obatnya, kalau seandainya ada mesin lorong waktu ingin rasanya hidup di zaman dulu dan menemui Ibnu Sina kemudian bertanya kepadanya adakah obat penawar cinta? Tapi, muda itu ibarat bibit mutiara yang harus dipendam, dirawat dan juga di jaga kesucianya, karena kilauanya akan menyilapkan semua mata. Oleh karena itu setiap pemuda harus meminta perlindungan Allah S.W.T agar masa itu tidak menjadi waktu yang sia-sia yang akan menjungkir balikkanya.

      Rasulullah S.A.W pernah bersabda, “Masa muda adalah bagian dari kegilaan”. Karena kegilaan apakah yang tidak terjadi kecuali di waktu muda? Setiap waktu hanya di isi dengan hal-hal yang tidak ada manfaatnya, kata asmara, cinta dan cemburu keluar dari mulutnya, dan tak terbayangkan kalau itu semua telah menjadi dzikir dan wiridnya. Nabi bersabda, “Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu”, maksudnya: “Lakukanlah ketaatan ketika dalam kondisi kuat untuk beramal (yaitu di waktu muda), sebelum datang masa tua renta.”
      Oleh karena itu pemuda yang baik adalah ketika ia menepi, membelokkan diri dari jalan arus badai globalisasi dan westernisasi. Menepi bukan berarti tidak peduli dengan lingkungan yang ia huni akan tetapi menepi itu untuk bermediasi, mencari jati diri, meminta kekuatan kepada sang ilahi dan akan datang pada saatnya untuk memperbaiki, ibarat kata seperti sebiji bibit yang tidak akan berkembang dan mengeluarkan buah-buahan jika ia tidak di tanam dan di pendam di tanah bumi. Dorongan dan ajakan kepada syahwat di masa muda mencapai pada puncaknya, karenanya kebanyakan awal penyimpangan itu terjadi di masa muda. Tapi tatkala seorang pemuda sanggup untuk meninggalkan semua syahwat yang Allah Ta’ala haramkan karena mengharap ridha Allah, maka dia sangat pantas mendapatkan keutamaan dari Allah S.W.T.

 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memliki shabwah (pemuda yang tidak memperturutkan hawa nafsunya, dengan dia membiasakan dirinya melakukan kebaikan dan berusaha keras menjauhi keburukan)”. Dan di padang mahsyar nanti pemuda-pemuda yang selalu hanyut dalam ibadahnya kepada Allah S.W.T akan mendapatkan naungan darinya, Nabi bersabda,

“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya:
1. Pemimpin yang adil.
2. Pemuda yang tumbuh di atas kebiasaan ‘ibadah kepada Rabbnya.
3. Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid.
4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, sehingga mereka tidak bertemu dan tidak juga berpisah kecuali karena Allah.
5. Lelaki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.
6. Orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.
7. Orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

*penulis adalah mahasiswa STAIL Surabaya dan anggota API

Menjaga Persatuan Ummat

Oleh:Nasruddin*


Islam merupakan agama yang senantiasa menganjurkan kepada pemeluknya untuk menjaga ukhuwah islamiah.Sejarah membuktikan bahwa kehidupan yang ditata dengan nilai-nilai yang terpuji mampu membangkitkan persatuan dan kesatuan ummat.Namun,seiring perkembangan zaman ukhuwah itu sedikit demi sedikit terkikis.Lantas bagaimana menjaga ukhuwah Islamiah agar tetap terpelihara?
Potret sahabat
Bila kita menapak tilas sejarah  kehidupan para sahabat maka akan kita dapatkan persaudaraan tanpa rasa benci sedikitpun,dan itu terbukti ketika kaum Muhajirin melaksanakan hijrah dari Makkah ke Madinah,mereka disambut dengan penuh kasih sayang oleh kaum Anshor.Persaudaraan di antara mereka bagaikan seorang kakak dengan adik bahkan lebih dari itu.Rasulullah mempersaudarakan mereka dengan ikatan yang didasari iman dan takwa.
Sehingga,eratnya persaudaraan mereka memberikan dampak bagi kehidupan mereka,berupa rahmat dan kasih sayang-Nya serta memperoleh nikmatnya iman.Dan persaudaraan yang kuat itu juga mampu memberikan kemenangan dalam peperangan.Dalam perang Badar contohnya,perang yang terjadi pada17 Maret 624 Masehi atau 17 ramadhan 2 Hijriah.Pasukan Muslim yang berjumlah sekitar 313 orang,mampu bertempur dengan semangat yang tinggi.Tidak heran jika pasukan kafir Quraisy yang jumlahnya lebih besar tak mampu membendung serangan kaum Muslimin,sehingga membuat mereka mundur dalam kekacauan.Begitu juga pada Fathul Makkah,Kaum muslimin memenagi perang tersebut.
Rasa solidaritas yang tinggi serta persaudaraan yang didasari iman,tiada lain akan melahirkan kekuatan yang mampu mengalahkan musuh.Telah terbukti di sepanjang sejarah islam,pada penaklukan Konstantinopel,Al Fatih berhasil mencatatkan sejarah sebagai penakluk kota tersebut.Pun demikian Salahudin Al Ayubi,ketika perang merebut kota Jerusalem ia dan pasukannya berhasil mengalahkan tentara Kristen.
Diantara ibrah dari persaudaraan Kaum Anshor dan Muhajirin setidaknya memberikan keyakinan bagi kita bahwa,persatuan dan kesatuan adalah hal penting yang harus dijaga,dipupuk dan dipelihara.Sehingga Ia tidak akan tergoyahkan walaupun datang bergam bentuk gangguan dari luar,ia kokoh bagaikan satu bangunan “Seorang mu’min terhadap sesama mu’min bagaikan satu bangunan yang setengahnya menguatkan setengahnya,lalu Nabi SAW.mengeramkan jari-jarinya.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Sudah menjadi perintah Allah dan Rasul-Nya untuk menjaga ukhuwah di antara sesama muslim.“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara karena itu damaikanlah diantara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”.(QS.Al-Hujarat:10) .Dari ayat ini,setidaknya ada empat point yang terkandung.Pertama,penegasan bahwa umat islam itu bersaudara dan penegasan bahwa adanya kesejajaran antara keimanan dan persaudaraan.Kedua,perintah untuk mendamaikan dua muslim yang berselisih.Ketiga,perintah untuk bertaqwa kepada Allah.Keempat,berita tentang rahmat yang disediakan bagi orang-orang yang selalu menjaga persaudaran.
Imam Hasan Al Bana mengatakan bahwa Ukhuwah Islamiah adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dalam akidah.Oleh karenanya,persaudaraan hendaklah terpelihara dalam satu akidah yang mampu mengikat hati di bawah agama yang haq ini.Demikian juga Ibnu Jarir At-Thabari berkata,”Allah menjelaskan bagi orang yang berimankepada-Nya,bahwa orang mukmin itu bersaudara karena agamanya,maka hendaklah mereka memperbaiki saudaranya bila mereka bertengkar dan hendaknya meluruskan mereka dengan hukum Allah dan Rasulullah” (Tafsir Jami’ul Bayan fi Tatsirit Qur’an 26/66)
Dalam perkembangannya,kaum muslim saat ini memasuki masa-masa yang sulit,banyak terjadi perang saudara bahkan saling menjatuhkan satu dengan lainnya.Agama tidak lagi sebagai pembingkai persaudaraan.Hilangnya nilai-nilai agama menyebabkan putus dan pecahnya persaudaraan,dan berimbas pada persatuan umat islam sendiri.Memang tidak mudah mewujudkan agar umat ini dapat bersatu dalam situasi  penuh tantangan ini,namun justru  banyak terlibat dalam konflik dan perselisihan antar sesama.
Sebagai pengikat
Karenanya,untuk menegakkan dan mengembalikan ukhuwah itu,ada baiknya setiap muslim kembali pada Al-qur’an dan Sunnah.Mengamalkan ajaran dan nilai yang terkandung di dalamnya.Bukankah dua wasiat ini adalah sebaik-sebaik wasiat ,yang menuntun bagi mereka yang menjadikannya petunjuk menuju hidup yang mulia.Rasulullah pernah menyampaikan “Aku tinggalkan dua perkara kepada kamu sekalian.Dan kamu tidak akan tersesat setelah itu,yakni Al-Qur’an dan Sunnahku”.(HR.Hakim dari Abu Hurairah).Sekjen MIUMI ,KH.Bachtiar Nasir menyatakan bahwa  menyatukan umat itu sangatlah sulit dan beresiko,tetapi berputus asa untuk menyatukan mereka jauh lebih berbahaya.Karenanya,mari kita menjaga ukhuwah untuk menggapai hidup mulia di dunia dan di akhirat.Wallahu A’lam.

*Penulis adalah Mahasiswa STAIL Surabaya 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Asosiasi Penulis Islam (API) Surabaya - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger