Oleh: M. Arifuddin*
Pada saat ini,
pakaian seksi bukan hal yang tabu lagi di kalangan masyarakat, bahkan hal ini
sudah menjadi habit (kebiasaan). Banyak di kalangan wanita yang merasa
risih ketika menggunakan pakaian-pakaian yang sopan, apalagi sampai menggunakan
jilbab. Hal ini dikarenakan dalam benak mereka pakaian seksi adalah tren wanita
masa kini. Sedangkan pakaian yang menutup aurat adalah gaya busana yang sudah
termarjinalkan.
Hari ini bisa
dibuktikan, ketika kita berkunjung ke tempat-tempat umum seperti: mall, pasar,
bank, perkantoran, dan lain-lain, kita akan disuguhi paha-paha yang
bergentayangan. Dengan PeDenya, dan tanpa rasa malu sedikitpun, mereka
mempertontonkan aurat mereka kepada orang-orang yang jelas-jelas bukan muhrim
mereka.
Jadi bukan hal
yang aneh jika di media-media massa seperti: televisi, koran, Internet, dan
sebagainya, sering kita jumpai berita-berita yang membuat telinga kita panas,
seperti: pencabulan, pemerkosaan, serta serentetan pelecehan seksual lainnya.
Ini semua disebabkan karena betapa banyak kaum hawa yang mengumbar aurat
mereka, bahkan mereka merasa puas dan bangga jika melihat kaum adam terperangah
tatkala melihat kemolekan tubuh mereka.
Yang sungguh
ironinya lagi, anak-anak kecil sudah diajarkan oleh orang tua mereka untuk
menggunakan pakaian-pakaian yang mengumbar aurat, baik secara langsung maupun
tidak. Hal ini dapat kita buktikan di lapangan. Ada orang tua yang membelikan
pakaian seksi untuk anaknya dengan tujuan agar sang anak berpenampilan laksana
artis idolanya, atau agar sang anak mudah mendapatkan kekasih. Ada juga orang
tua yang membiarkan anaknya menggunakan busana yang seksi. Bukankah ini
termasuk perbuatan “mengajarkan” anak berbuat kemungkaran? Padahal, bukankah
dengan menjaga aurat mereka berarti mereka telah menjaga harga diri dan
martabat mereka?
Inilah yang tejadi
di Negeri kita, Indonesia. Negara dengan umat muslim terbesar di Dunia, kini
berubah drastis laksana negara-negara Barat yang menjunjung tinggi free sex.
Padahal pada hakikatnya, Islam adalah agama yang santun dan sopan dalam hal
berpakaian, bertutur kata dan bertingkah laku.
Jadi tidak heran
jika kita pernah menemukan sebuah opini “paha manusia lebih murah ketimbang
paha ayam.” Opini ini keluar mungkin lantaran sang penulis opini sering
menyaksikan pengumbar aurat bergentayangan. Coba saja kita lihat fakta yang ada
di lapangan. Ketika kita ingin menikmati paha ayam, kita mesti merogoh kocek
lima hingga duapuluh ribu rupiah. Sedangkan, ketika kita ingin menikmati paha
manusia, kita cukup berkunjung ke mall, pantai, dan lain-lain, dan tentunya
“diskon 100%.”
Oleh karena itu,
saudara-saudaraku, mari kita ajak orang-orang terdekat kita untuk menutup aurat
mereka, dan tentunya sesuai dengan syari’at yang diajarkan Rasulullah SAW.
Insyaallah ini akan mengangkat harkat dan martabat wanita, dan tentunya
meminimalisir, bahkan menghapus, pelecehan seksual di Negeri kita. So,
siapa takut untuk mencoba?!
*) Penulis
adalah anggota API (Asosiasi Penulis Islam)
Posting Komentar
Tanggapi atas dasar dari lubuk hati dengan ilmu yang Anda miliki..