Oleh: Miftahuddin*
Hasan dan Husain sakit keras, untuk kesembuhan mereka, Ali RA dan
istrinya Fatimah memebawa keduanya kepada Rasulullah SAW seraya bernazar
apabila kedua buah hatinya sembuh, Ali sekeluarga akan berpuasa selama tiga
hari. Hasan dan Husain pun di perkenankan sembuh oleh Allah SWT. Ikhtiar untuk
menembus nazar pun di gelar.
Hari pertama berpuasa, menjelang berbuka puasa rumah mereka di
ketuk oleh seseorang. Ketika di buka tampaklah beberapa orang miskin yang
berkata, bahwa mereka telah berhari-hari tidak makan. Keluarga ini pun
memeberikan makanan kepada orang-orang miskin tersebut, padahal mereka tidak
memiliki makanan apapun selain makanan itu. Mereka akhirnya hanya berbuka
dengan air putih dan tidak makan apapun hingga mereka melanjutkan puasanya.
Keosakan harinya, ketika maghrib menjelang, di saat Ali dan
keluarganya hendak berbuka puasa, lagi-lagi datang anak-anak yatim dan berkata
kepada Ali, “Tuan, kami tidak makan beberapa hari ini, berikanlah makanan yang
dapat mengganjal perut kami.“ Demi melihat anak-anak yatim itu Ali RA
sekeluarga pun memberikan makanan kepada mereka yang baru mereka dapatkan di
siang hari, keluarga ini pun kembali hanya berbuka dengan air putih dan
melanjutkan puasa mereka.
Puasa ketiga pun mereka jalani hingga tiba waktu berbuka, sebelum
sempat menikmati buka puasa mereka mereka, keluarga ini untuk ketiga kalinya
kedatangan tamu yaitu tawanan yang baru saja bebas. Mereka berkata kepada Ali
Ra, “Tuan, kami telah tiga hari tidak makan.
Berikanlah kepada kami sedikit makanan. Semoga Allah menggantikan dengan
makanan yang lebih baik di Surga.”
Meskipun perut mereka kosong setelah tidak makan tiga hari, keluarga Ali yang hidup sangat sederhana
tersebut memberikan makanan yang sedikit tersebut pada tamunya dan untuk ketiga
kalinya mereka hanya brebuka dengan air
putih. Setelah nazar mereka terpenuhi,
keesokan harinya Ali beserta keluarga datang berkunjung ke rumah Rasulullah,
Rasulullah SAW sangat terkejut dengan
kondisi keluarga Ali yang sangat lemah dan pucat pasi, Rasulullahpun bertanya
mengenai perihal tersebut dan kemudian
Ali RA menceritakan peristiwa yang di alaminya sekeluarga selama tiga
hari yang lalu.
Kalkulasi
dunia dan kalkulasi akhirat
Melihat kondisi
kehidupan Umat Muslim dan juga keadaan ekomnomi mereka saat ini dapat di
katakan di atas standar cukup, mulai dari para pedagang hingga para pejabat
yang dapat ke mana-mana dengan mobil mewahnya, tapi di sisi lain kebanyakan
dari kita umat islam yang mengetahui akan fadhilah dan keutamaan dari
pada memberi atau menyantuni fakir miskin tersebut merupakan sifat yang
terpuji. Akan tetapi kita masih sulit untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari kita. Contoh kecil di saat kita hendak menunaikan Sholat Jum’at ke
masjid, kebanyakan dari kita lebih memilih untuk membawa uang kecil ketimbang
uang besar untuk di masukkan ke dalam kotak infak, namun lain halnya di saat
kita hendak pergi ke mall-mall, maka tidak segan-segan kita untuk membawa uang
jutaan rupiah hanya sekedar untuk membeli barang-barang yang tidak terlalu
bermanfaat.
Terkadang yang membuat kita demikian adalah dari cara
pengalkulasian yang kita gunakan, yakni berdasarkan kalkulasi dunia yaitu jika
kita menginfakkan sebagian harta kita atau uang kita, maka uang yang kita
miliki tersebut akan berkurang, beda halnya jika menggunakan kalkulasi akhirat,
maka uang atau harta yang kita infakkan di dunia ini maka kelak di akhirat
itulah harta yang sesungguhnya kita miliki dan semakin banyak harta yang kita
infakkan di dunia ini maka semakin bertambah pula harta kita di akhirat sana.
Oleh karna itu mengapa masih banyak di antara Umat Muslim yang enggan untuk
menginfakkan walaupun sedikit dari hartanya. Tidak lain karna cara
mengalkulasikan yang digunakan ialah dengan kalkulasi dunia.
Meneladani
keluarga Ali RA
Umat Islam adalah umat yang paling beruntung di banding dengan umat
yang lain. Kenapa bisa demikian? Coba saja kita cari umat manakah di dunia ini
yang memiliki suri tauladan yang atau
contoh yang memiliki hati nurani yang suci dan senantiasa mendahulukan
kepentingan orang lain ketimbang dirinya sendiri selain dari pada contoh suri
tauladan Umat Islam, yang suri tauladan Umat Islam ini bukanlah dari golongan
jin maupun malaikat, akan tetapi ia juga merupakan seorang manusia biasa yang ummi,
yang di utus oleh Allah SWT, yaitu Rasulullah SAW.
Sifat mendahulukan orang lain yang di contohkan oleh Rasulullah SAW
ini juga di ajarkan kepada keluarganya termasuk kepada putrinya Fatimah dan Ali
RA. Mereka senantiasa di tempah oleh Rasulullah untuk senantisa mengutamakan
orang lain ketimbang diri mereka sendiri. Dan adapun yang telah di ajarkan oleh
Rasululllah benar-benar telah di peraktekkan oleh keluarga Ali RA, sebagaimana yang tercantum dalam Al qur’an, “Sesungguhnya,
telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan ( keimanan dan keselamatan ) bagimu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min. (QS.
At-Taubah [9] : 128)
Marilah kita berusaha untuk meneladani Rasulullah, jika kita tidak
mampu minimal seperti keluarga Ali Ra dalam hal mendahulukan kepentingan orang
lain dan menyantuni fakir miskin. Jika kita membandingkan kondisi ekonomi kita
saat ini dengan kondisi ekonomi keluarga Ali RA saat itu, tentu kita masih bisa
merasakan nikmatnya makan tiga kali dalam sehari, sehingga tidak ada lagi
alasan bagi kita untuk tidak meneladani cara Rasulullah dan sahabat Ali RA
dalam hal menyantuni fakir miskin dan anak yatim piatu. Dan hal ini juga
merupakan cara bagi kita untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah SWT
kepada kita.
*) Penulis
adalah anggota API (Asosiasi Penulis Islam)
Posting Komentar
Tanggapi atas dasar dari lubuk hati dengan ilmu yang Anda miliki..