--Oleh: Luqman Al-Hakim
Bagi kaum muslimin, kisah
dalam al-Quran merupakan sebuah fakta sejarah. Tidak mungkin kisah
dalam al-Quran hanyalah dongeng yang kebenarannya masih
dipertanyakan. Akan tetapi di zaman modern ini, ada seorang pelajar
muslim yang memiliki kesimpulan bahwa sebagian dari kisah dalam
al-Quran hanyalah dongeng. Namanya Ahmad Khalaf Allah, seorang
pelajar muslim asal Mesir yang lahir pada tahun 1916.
Kenapa Ahmad Khalaf Allah
memiliki kesimpulan seperti itu? Tampaknya, Ahmad Khalaf ingin
membela al-Quran atas serangan kaum orientalis terhadap kitab suci
umat Islam ini dengan menyatakan bahwa dalam al-Quran terdapat
dongeng. Tapi sayangnya, bukan membantah pernyataan tersebut, Ahmad
Khalaf justru mengamininya, lalu mengatakan bahwa adanya dongeng
dalam al-Quran bukanlah sebuah aib. Menurutnya, adanya dongeng dalam
al-Quran merupakan bagian dari bentuk sastra yang rumit dan tinggi.
Karena pemikirannya yang aneh
dan kontroversial ini, ia dianggap telah menistakan agama terutama
oleh para akademisi al-Azhar, Mesir. Pada tahun 1947, disertasi
doktoralnya yang berjudul al-Fann
al-Qasasi fi al-Quran al-Karim
dinegasikan oleh pihak Universitas Fuad 1 (sekarang Universitas
Kairo).
Dalam disertasi tersebut,
Ahmad Khalaf berpandangan bahwa kisah dalam al-Quran hendaknya
dipahami dengan pendekatan sastra, bukan dengan pendekatan sejarah.
Karena pendekatan yang dipilih bukanlah pendekatan sejarah, maka
kisah dalam al-Quran tidak harus berupa fakta. Kisah-kisah dalam
al-Quran seperti penyaliban nabi Isa, dimasukkannya nabi Yusuf ke
dalam sumur oleh saudara-saudaranya, nabi Musa yang membelah laut,
dibuatnya kapal besar di atas gunung oleh nabi Nuh, dan lain-lain
bisa saja hanyalah cerita fiktif yang tidak perlu diverikasi
kebenarannya. Sebagian atau semua cerita itu bisa jadi hanyalah
dongeng belaka.
Padahal di dalam al-Quran
sudah dijelaskan bahwa tidak terdapat dongeng (asatir)
dalamnya. Sebagaimana dalam surat al-Furqon ayat 4 sampai 6 yang
artinya;
“Orang-orang kafir
berkata: ‘al-Quran ini hanyalah perkataan dusta yang dibuat oleh
Muhammad. Dia membuat al-Quran ini dibantu oleh sekelompok kaum
Yahudi dan Nasrani. Sungguh orang-orang kafir itu telah berbuat zalim
dan melakukan kebohongan yang sangat keji’
(4).
Dan mereka
berkata: ‘Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya
dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan
petang’ (5). Katakanlah: ‘al-Quran itu diturunkan oleh (Allah)
yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’
(6).
Namun tokoh liberal Mesir ini
masih mengelak dengan menyatakan bahwa ayat tersebut sejatinya tidak
menafikan keberadaan dongeng dalam kandungan al-Quran. Ayat ini
menurutnya hanya menafikan kalau dongeng
tersebut
bersumber dari nabi Muhammad. Atau dengan kata lain, ayat tersebut
berisi keterangan bahwa dongeng yang ada dalam al-Quran berasal dari
Allah.
Jadi Ahmad Khallaf memiliki
pandangan yang sama dengan orang-orang kafir Mekkah dalam hal
keberadaan dongeng dalam al-Quran. Bedanya, kalau orang kafir Mekah
menjadikannya sebagai olokan karena dongeng bagi mereka adalah sebuah
cerita bohong sehingga al-Quran tidak layak diikuti, namun kalau
Ahmad Khalaf justru memandang bahwa keberadaan dongeng adalah bagian
dari karya sastra yang tidak perlu dikhawatirkan.
Kalau Ahmad Khallaf setuju
dengan orang kafir terkait keberadaan dongeng dalam al-Quran, Allah
justru mengecam mereka, “Sungguh
orang-orang kafir itu telah berbuat zalim dan melakukan kebohongan
yang sangat keji”
(Q.S Al-Furqon: 4).
Pada ayat di atas Allah telah
berfirman, “al-Quran
itu diturunkan oleh (Allah) yang mengetahui rahasia di langit dan di
bumi.” Pernyataannya,
apakah logis bagi Dzat yang memiliki sifat semacam ini (mengetahui
rahasia langit dan bumi) untuk berinteraksi dengan hal-hal yang
berbau fiktif? (dongeng). Semua yang dinisbatkan kepada Allah Swt
baik berupa penciptaan maupun perkataan merupakan kebenaran yang
bersifat absolut, dan jauh dari segenap unsur kebatilan dan
kebohongan.
Lagipula, dalam al-Quran surat
Yusuf ayat 111 diterangkan bahwa kumpulan pemberitaan dan kejadian
sejarah yang ada dalam al-Quran kebenarannya bersifat absolut dan
jauh dari unsur khayal.
“Sesungguhnya pada
kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan
tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan
segala
sesuatu, dan
sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”
Jadi jelaslah kekeliruan
asumsi pelajar asal Mesir bernama Ahmad Khalaf Allah ini. Semua kisah
dalam al-Quran bukanlah cerita-cerita yang dibuat (dongeng). Kisah
dalam al-Quran tidak bersifat bersifat fiktif dan khayalan belaka,
melainkan sebuah fakta sejarah yang benar-benar terjadi.
*Penulis adalah Ketua
Asosiasi Penulis Islam (API), Alumni STAI Luqman al-Hakim Surabaya,
Alumni Program Kaderisasi Ulama (PKU) Gontor angkatan IV, sedang
menempuh studi di Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.
Posting Komentar
Tanggapi atas dasar dari lubuk hati dengan ilmu yang Anda miliki..