Oleh: Miftahuddin*
Setelah
diputuskan oleh menteri keuangan tentang rencana penaikan gaji bagi
8.000 pejabat, hal ini seakan-akan menambah rasa sakit hati rakyat
kecil yang hidup berada di bawah garis kemiskinan. Apakah pemerntah
dapat merasakan apa yang di rasakan oleh rakyat miskin saat ini?
Menyakitkan
Apa
yang dirasakan rakyat kecil selama beberapa bulan terakhir ini cukup
membuat meraka menderita. Di saat bahan pokok melonjak naik, pembatasan
BBM , penarikan pajak bagi setiap warteg dan masih banyak lagi, kini
pemerintah malah menambahkan penderitaan bagi mereka dengan perencanaan
pembangunan gedung baru DPR yang berkisar 3,1 triliun. Selain itu, yang
membuat rakyat lebih sakit hati ialah rencana pemerintah untuk
menaikkan gaji bagi para pejabat termasuk presiden SBY.
“
Nggak usah lama-lama, satu hari saja tukaran profesi, suruh mereka
berdagang di sini, setelah itu baru minta gajinya dinaikkan, biar mereka
malu sama masyarakat.”( republika 29/01/11). Kutipan di atas merupakan
ungkapan rasa sakit hati Nita, seorang ibu rumah tangga beranak dua yang
berprofesi sebagai pedagang cendramata di tasikmalaya.
Sikap
pemerintah yang lebih memperhatikan kemakmuran para pejabatnya,
ketimbang dengan kondisi rakyatnya yang mengalami gizi buruk sungguh
sangat menyakitkan hati mereka. Bagaimana tidak, di saat ada rakyat yang
dalam satu keluarga meninggal dunia akibat mengkomsumsi tiwul, yang
terpaksa mereka lakukan karena orangtua mereka tidak sanggup untuk
membeli beras guna untuk memenuhi gizi, pemerintah malahan lebih
mengutamakan pejabat dengan menaikkan gaji mereka dan meningkatkan
fasilitas mereka dengan gedung baru yang mewah.
Dalam
hal ini, sudah seharusnya pemerintah lebih memperhatikan nasib dan
kondisi masyarakatnya ketimbang mendahulukan para pejabat yang hidup
serba berkecukupan.
Contohi Rasulullah
Jika
kita melihat realita kepemimpinan umat islam saat ini jauh berbeda
dengan kepemimpinan di masa Rasulullah saw. Di zaman sekarang, siapa
yang menduduki suatu jabatan tertentu dalam pemerintahan maka dia akan
memliki kesejahteraan. Sedangkan rakyat kecil yang tidak memiliki
jabatan tertentu dia akan menjadi miskin dan semakin tertindas. Hal itu
tidak dapat dinafikan lagi dan kini terjadi di negeri yang penduduknya
mayoritas muslim terbesar di dunia. Cobalah kita melihat sejarah di
zaman pemerintahan Rasulullah. Di saat menjabat sebagai pemimpin umat
Islam, tidak satupun dari rakyatnya yang tidak merasakan kemakmuran dan
kesejahteraan.
Suatu
kisah, di saat Rasulullah memerintahkan sahabatnya, Abu bakar, untuk
membagikan zakat kepada masyarakat miskin, apa yang terjadi. Setiap kali
Abu bakar ingin memberikan zakat kepada masyarakat miskin, di saat itu
juga masyarakat menolak untuk menerimanya dengan alasan mereka merasa
telah berkecukupan dan sejahtera. Kemudian rasulullah bertanya kepada
Abu bakar, “apakah masih ada rakyat yang miskin?” Abu bakarpun menjawab,
” tidak ada lagi ya Rasulullah, kecuali kita berdua”.
Kisah
di atas mengajarkan kepada pemimpin negeri ini bagaimana menjadi
pemimpin yang adil, yang lebih mengutamakan rakyatnya ketimbang dirinya
sendiri. Sehingga masyarakat dapat merasakan kesejahteraan, bukan malah
sebaliknya pejabat yang di sejahterahkan sehingga rayatnya terlantarkan.
Oleh
karena itu, kepada pemimpin negeri ini cobalah mencontohi Rasulullah
dalam menjadi pamimpin yang dapat mensejahterhkan rakyatnya, sehingga
kita tidak lagi mendengarkan adanya kabar tentang rakyat yag meninggal
dunia dikarenakan kekurangan gizi.
*) Penulis merupakan anggota Asosiasi Penulis Islam (API) STAIL
Posting Komentar
Tanggapi atas dasar dari lubuk hati dengan ilmu yang Anda miliki..