Oleh: R.
Yahya*
Sabtu sore, 15 oktober ’11
hanyalah hari biasa sebagaimana hari-hari sebelumnya. Nggak ada
pekerjaan, nganggur, dan gak jelas. Coba liat teman saya yang lainnya,
jelas, pada punya kerjaan semuanya. Menyebar menempati pos-pos TPA-nya
masing-masing, ada juga yang jadi pencari donatur, dan lain-lain. Dulunya, sih..
saya juga termasuk salah satu dari mereka, jadi tenaga pengajar. Tapi, semester baru sekarang ini sudah nggak
lagi. Beda.
Namun, ya.. sebenarnya kerjaan ada aja, sih. Cuma belum ada
komando aja dari atasan. Belum ada perintah langsung dari pondok untuk saya
aktif bekerja sebagai security. Ya, security,, satpam! Begitulah
kata-kata olokan temanku pada saya. Seakan-akan
kalo satpam itu adalah posisi rendahan. Terus, ada juga yang bilang kalo saya nggak
bakalan bisa keluyuran lagi. Hah, terserah. Tapi, aslinya saya kalem-kalem
aja dibegituin. Biarin aja, emang orang “sakit” semua kok
yang talking rubbish kayak
gitu. Nggak penting amat diladenin.
Buat saya jadi security lumayan juga, itung-itung nambah
pengalaman hidup di pondok Hidayatullah yang bersebelahan dengan kampus elit
ITS ini. Sekaligus, mudah-mudahan saja kalau jiwa sekuritas saya akan lebih
bertambah lagi. O, iya.. berbicara tentang pondok ini, kata teman saya, pondok
ini bagaikan “penjara suci”. Ups, sembarang aja teman saya nii. Dibilang
“penjara”, katanya. Tapi, ya.. bagaimana nggak juga sih. Pagi
sampai siang, kuliah. Habis ashar
tugas departemen (yang saya sebut tugas mengajar dan jadi satpam tadi).
Malam, kegiatan pondok. Tidur, bangun malam terus shalat lail. “Hebat”, kan..?
jelas, emang ada benarnya juga lah kalau kenyataannya begitu. Tapi, memang nggak
apa-apa sudah. Sebab, apa salahnya dengan penjara? Coba liat Sayyid Qutb, sang
mujahid yang tidak gentar menghadapi intervensi pemerintah negaranya, Mesir.
Sampai dijebloskan ke penjara sekalipun beliau tetap gigih memegang prinsip
yang haq di tangannya. Tidak sampai di situ, meskipun di penjara
dalam keadaan tertekan beliau masih mampu menggoreskan tinta pikirannya dalam
lembaran kertas yang tersedia. Super sekali, kan?
Maka dari itu, tempat seminim apapun ruang geraknya, kiranya
masihlah kita mampu memanfaatkannya sebisa mungkin sebagai tempat cipta karya
diri kita. Terlepas dari itu, saya bukannya setuju juga dengan penamaan pondok
tercinta ini disebut sebagai penjara kayak
tadi. Tapi, setelah mendengar perkataan teman saya tentang pondok ini, di satu
sisi saya terbayang dan berharap agar di pondok ini lahir Sayyid Qutb-Sayyid
Qutb yang tangguh dan gigih seperti Sayyid Qutb versi aslinya.
Kembali ke suasana sabtu sore yang membosankan. Tadinya saya mau
belanja ke Sakinah Supermaket (Hh, nganggur juga ternyata punya duit).
Tapi, berhubung tidak ada kendaraan
yang bisa dinaiki, sudah tanya sana-tanya sini..
“Akhi, apa ada sepeda nganggur?”
“gak ada” Jawabnya kontan.
Sudah, balik ke kamar hanya bisa merenungi nasib yang tengah
digeluti itu. Terkenang masa-masa dahulu yang pernah saya lalui, ada sepeda
yang bisa dikendarai. Mau ke mana tinggal gowes, melaju tidak terhenti.
Setia menemani, ke manapun saya pergi. Mengajar, ke warnet, asrama, mengajar,
ke warnet, asrama, ke warnet lagi. Begitulah siklus perputaran roda dua
tersebut. Nggak ke mana-mana
lagi. Tapi, sekarang sepeda nasionalis itu pergi pindah kendali. Dengan merah
putihnya yang tetap melekat di kerangkanya. Hiks, hiks..
Seiring dengan ketidakberadaannya sepeda di tangan dan pindah
tugasnya departemen (dari tenaga pengajar ke satpam), intensitas kunjungan saya
ke warnetpun menurun drastis. Dan imbasnya, blog juga tidak terurus. Tapi,
Alhamdulillah sesekali saya masih bisa pinjam sepeda ke teman saya. Jadi, blog
saya tidak terlalu nganggur juga.
Sisi lain dari revolusi kecil pada diri saya, saya lebih banyak
mendapati waktu kosong yang bisa dimanfaatkan. Ya, waktu luang yang ideal untuk
dimanfaatkan dengan hal-hal yang baik. Menulis, membaca, mengerjakan makalah,
dan hafalan al-Qur’an adalah menu yang mantap siap untuk disantap. Waktu yang
kosongpun tidak menjadi habis sia-sia. Justru, kita akan mendulang banyak
pahala darinya.
Jadi, orientasikanlah hidup kita ke sana, sesuatu yang ada feedbacknya
langsung dari Allah SWT.. Bukan yang lain!
*) Penulis
adalah anggota API (Asosiasi Penulis Islam) dan tinggal di suratanmakna.blogspot.com
Posting Komentar
Tanggapi atas dasar dari lubuk hati dengan ilmu yang Anda miliki..