Oleh: A. Nafi’ adh-Dhukha*
Dan
apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, “niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S al Mujadalah ; 11)
Akhir-akhir
ini, wacana tentang kemiskinan yang melanda negeri ini ramai
diperbincangkan di berbagai media yang diungkapkan dalam berbagai sudut
pandang berbeda. Hal tersebut muncul sebagai bentuk respon atas
pencapaian pemerintah selama satu tahun kemarin dalam upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Pemerintah
merasa cukup berbangga atas hasil yang diperoleh. Angka kemiskinan
berkurang, nilai ekspor meningkat, nilai rupiah makin menguat, dan
lain-lain. Mereka pun seolah ingin mengatakan negeri ini telah selangkah
maju menuju kemakmuran. Benarkah demikian?
Di
satu sisi, media juga mengungkapkan suatu realita tentang kehidupan
masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Tidak sedikit di
antara mereka yang harus merasakan beban hidup yang semakin lama semakin
berat saja. Seolah-olah hidup tidak adil. Mereka tidak menerima
kenyataan hidup, mereka tangisi kemiskinannya hingga merasa takut untuk
menghadapi hidup.
Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakanku"
(Q.S Al-Fajr ; 16) Maksudnya dari ayat ini adalah Allah menyalahkan
orang-orang yang mengatakan bahwa kekayaan itu adalah suatu kemuliaan
dan kemiskinan adalah suatu kehinaan seperti yang tersebut pada ayat 15
dan 16. Tetapi sebenarnya kekayaan dan kemiskinan adalah ujian Tuhan
bagi hamba-hamba-Nya.
“Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar. (Q.S. Al-Baqarah ; 155) atas
statmen yang Allah sampaikan kepada manusia tersebut maka syaitan
–sebagai musuh nyata umat manusia– pun tak ingin tinggal diam. Syaitan
menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu
berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan
daripada-Nya dan karunia[170]. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui. (Q.S. Al-baqarah ; 268) Maka tidak mengherankan jika kita dapati di antara manusia yang takut akan kemiskinan hingga mereka harus mengakhiri hidupnya.
Ilmu , Bekal Dasar
Standar
kemuliaan bagi seorang muslim tidak dinilai dari banyaknya materi yang
diiliki. Akan tetapi, sebaik-baik manusia adalah mereka yang beriman
dan bertaqwa kepada Allah swt. Lalu apakah ini berarti sebagai seorang
muslim tidak boleh meraih sukses dunia dengan berlimpahnya harta? Tentu
tidak, dan sekali lagi tidak. Sebab seorang muslim yang sukses adalah ia
yang mampu memanifestasikan keimanannya dalam segala aspek kehidupan
dengan fasilitas yang telah disediakan oleh Allah.
Namun
perlu kita sadari bahwa untuk mencapai kejayaan, senjata ampuh yang
kita butuhkan adalah ilmu pengetahuan. Sebab ilmu merupakan asas dari
sebuah peradaban. Dalam Islam, ketika seseorang menyatakan
ke-islamannya, ia harus berlandaskan atas ilmu. Sebab salah satu syarat
dari syahadat adalah ilmu. Sehingga akan berakibat pada kesadaran
seseorang akan konsekuensi yang harus ia tanggung manakala ia telah
bersyahadat.
Telah
jelas bagi seorang muslim bahwa kemuliaan, baik dunia maupun akhirat
hanya dapat dicapai oleh mereka yang beriman dan yang memiliki ilmu
pengetahuan. Hai orang-orang beriman apabila
dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S al Mujadalah ; 11)
Melalui
Rasul-Nya, Allah telah menyampaikan kabar gembira bagi mereka yang
beriman dan berilmu dengan beberapa derajat kemuliaan. Sebagaimana kita
tahu, para tokoh dunia yang telah mampu mewujudkan perubahan tidak lain
adalah mereka yang memiliki ilmu pengetahuan. Nabi Muhammad saw,
khulafaurrasyidin, serta para ulama telah Allah muliakan atas ilmu
mereka. Dan di antara mereka pun ada yang sukses dengan melimpahnya
harta.
Tidak
hanya untuk orang Islam saja, Allah juga memberikan derajat kemuliaan
bagi orang-orang non-Muslim atas ilmu yang mereka miliki. Tentunya
sebatas kemuliaan di dunia saja. Barang siapa menghendaki dunia maka
atasnya ilmu, barangsiapa menginginkan akhirat maka atasnya ilmu, dan
barangsiapa menginginkan keduanya maka atasnya ilmu.
Maka hal yang terlebih dahulu dilakukan dalam mewujudkan perubahan dan islah
adalah membangun kembali bangunan ilmu pengetahuan. Begitu pula untuk
menuntaskan masalah kemiskinan serta permasalahan-permasalahan dalam
segala aspek kehidupan. Sebab, Islam sangat mengakui peranan ilmu
pengetahuan dalam perkembangan ekonomi dan sosial bangsa-bangsa.
Sebagaimana pada abad ke-6 yang silam, untuk menekankan pentingya
menuntut ilmu pengetahuan, Nabi saw., bersabda; ”Tuntutlah ilmu walau sampai ke Negeri Cina.” Ajaran ini harus diamalkan sebagai pelopor pemikiran modern tentang peningkatan modal manusia.
Pun
demikian halnya dengan kemiskinan negeri ini. Apapun bentuk kemiskinan
itu, Insya Allah akan sirna ketika ilmu sudah menyinari setiap aspek
kehidupan dan mengarahkan kehidupan ini menuju ke arah yang lebih baik.
Jadi,
jika masalah pendidikan –dalam upaya membangun bangunan ilmu
pengetahuan– belum bisa dituntaskan, maka jangan berharap
permasalahan-permasalahan yang lain akan terselesaikan.
Wallahu a’lam bishawab……………………
*) Penulis merupakan anggota Asosiasi Penulis Islam (API) STAIL
Posting Komentar
Tanggapi atas dasar dari lubuk hati dengan ilmu yang Anda miliki..