Oleh: A. Nafi’ adh-Dhukha*
Kondisi
pada masa pra Islam dunia dikuasai oleh negara adidaya Persia dan
Romawi yang menjadi tetangga Arab, tempat lahirnya Islam.
Persia adalah ladang subur berbagai khayalan (khurafat), keagamaan dan filosofis yang saling bertentangan. Diantaranya adalah Zoroaster
yang dianut oleh kaum penguasa. Diantara falsafahnya adalah
mengutamakan perkawinan seseorang dengan ibunya, anak perempuannya, dan
masih banyak lagi penyimpangan-penyimpangan akhlak yang beraneka ragam.
Sementara
itu, Romawi sedang dikuasi semangat kolonialisme. Negeri yang terlibat
pertentangan agama, antara Romawi di satu pihak dan Nasrani di pihak
lain. Negeri ini mengandalkan kekuatan militer dan ambisi kolonialnya
dalam melakukan pertualangan naif demi mengembangkan agama Kristen dan
mempermainkannya sesuai keinginan hawa nafsunya yang serakah. Negara
ini tak kalah bejatnya dengan Persia. Kehidupan nista, kebejatan moral,
dan pemerasan ekonomi telah menyebar keseluruh penjuru negeri, akibat
dari melimpahnya penghasilan dan menumpuknya pajak.
Kondisi
manusia di dunia pada masa tersebut sedang mengalami kemerosotan,
keguncangan dan kenestapaan yang disebabkan oleh peradaban dan
kebudayaan yang didasarkan pada nilai-nilai materalistik, tanpa adanya
niai-nilai moral yang mengarahkan peradaban dan kebudayaan tersebut ke
jalan yang benar.
Di
satu pihak, di jazirah Arab, bangsa Arab hidup dengan tenang, jauh dari
bentuk keguncangan tersebut. Mereka tidak memiliki kemewahan dari
peradaban Persia yang memungkinkan mereka kreatif dan pandai menciptakan
kemerosotan-kemerosotan, filsafat keserbabolehan dan kebejatan moral
yang dikemas dalam bentuk agama. Mereka juga tidak memiliki kekuatan
militer Romawi yang medorong mereka melakukan ekspansi ke negara-negara
tetangga. Mereka tidak memiliki kemegahan filosofis dan dialektika
Yunani yang menjerat mereka menjadi mangsa mitos dan khurafat.
Karakteristik mereka seperti bahan baku yang belum diolah dengan bahan
lain. Masih menampakkan fitrah kemanusiaan dengan kecenderungan yang
sehat dan kuat serta cenderung pada kemanusiaan yang mulia, seperti
setia, penolong, dermawan, rasa harga diri, dan kesucian.
Kondisi Geografis, Ekonomi & Politik
Jazirah
Arab memiliki peranan yang sangat besar karena letak geografisnya.
Jazirah Arab terletak di benua yang sudah dikenal semenjak dahulu kala,
yang mempertautkan antara daratan dan lautan. Sebelah barat laut
merupakan pintu masuk ke benua Afrika, sebelah timur laut merupakan
kunci untuk masuk ke Benua Eropa, dan sebelah timur merupakan pintu
masuk bagi bangsa-bangsa non-Arab, timur tengah dan timur dekat, terus
membentang ke India dan Cina. Setiap benua mempertemukan lautnya dengan
Jazirah Arab dan setiap kapal laut berlayar tentu akan bersandar di
ujungnya. Dengan kondisi seperti ini, sebelah utara dan selatan dari
Jazirah Arab menjadi tempat berlabuh berbagai bangsa untuk saling tukar
menukar perniagaan, seni, dan juga budaya.
Sedangkan
dilihat dari kondisi internalnya, Jazirah Arab hanya dikelilingi gunung
dan pasir di segala sudutnya. Karena kondisi inilah yang membuat
Jazirah Arab seperti benteng pertahanan yang kokoh, yang tidak
memperkenankan bangsa asing untuk menjajah, mencaplok, atau menguasai
bangsa Arab. Oleh karena itu, dapat kita lihat penduduk Jazirah Arab
yang hidup merdeka dan bebas dari segala urusan semenjak zaman dahulu.
Sekalipun begitu mereka tetap hidup berdampingan dengan dua imperium
besar saat itu, yang serangannya tak mungkin dihalangi anadaikata tidak
ada benteng pertahanan yang kokoh seperti itu.
Sesuai
dengan tanah Arab yang sebagian besar terdiri dari padang sahara,
ekonomi mereka yang terpenting adalah perdagangan. Di musim dingin
mereka mengirim kafilah dagang ke Yaman, sedangkan di musim panas
kafilah dagang mereka menuju ke Syiria. Untuk itu, dalam memenuhi
kebutuhan hidup mereka harus menguasai jalur–jalur perdangan dengan
memegang kendali keamanan dan perdamaian. Kondisi yang aman seperti ini
tidak terwujud di jazirah Arab kecuali pada bulan–bulan suci. Oleh
karenanya pada saat demikianlah dibuka kegiatan dagang di pasar–pasar
Arab yang terkenal, seperti Ukazh, Dzil, Mazaj, Majinnah, dan lain-
lain.
Sementara
itu kondisi politik masa Arab pra Islam di Jazirah Arab merupakan garis
menurun dan merendah. Manusia dibedakan antara tuan dan budak, rakyat
dan pemerintah. Para tuan berhak atas semua harta rampasan dan kekayaan,
dan hamba diwajibkan membayar denda dan pajak. Kekuasaan yang berlaku
saat itu adalah sistem diktator. Sedang kondisi kabilah-kabilah di
jazirah Arab tidak pernah rukun. Sehingga mereka sering diwarnai oleh
permusuhan antar kabilah, perselisihan rasial dan agama.
Arab, tempat Millah Ibrahim
Bangsa arab adalah anak-anak Isma’il a.s. karena itu, mereka mewarisi millah dan minhaj yang pernah dibawa oleh bapak mereka. Milllah dan minhaj
yang menyerukan tauhidullah, beribadah kepada-Nya, mematuhi
hukum-hukum-Nya, mengagungkan tempat-tempat suci-Nya, khususnya Baitul
Haram, menghormati syi’ar-syi’ar-Nya dan mempertahankannya.
Setelah
beberapa kurun waktu, mereka mulai mencampur adukkan kebenaran yang
telah diwariskan itu dengan kebatilan yang menyusup kepada mereka.
Seperti semua umat dan bangsa, apabila telah dikuasai kebodohan dan
dimasuki tukang-tukang sihir dan ahli kebatilan, masuklah kemusyrikan
kepada mereka. Mereka kembali menyembah berhala-berhala. Sisa-sisa
penganut agama Ibrahim sangat langka dan tidak kedengaran lagi suaranya.
Orang Arab musyrikin menyembah Tuhan-tuhan yang mereka yakini sebagai
perantara yang dapat memberikan syafa’at untuk mereka kepada Allah.
Selain menyembah berhala, di kalangan bangsa Arab ada pula yang
menyembah agama Masehi (Nasrani), agama ini dipeluk oleh penduduk Yaman,
Najran, dan Syam. Disamping itu juga agama Yahudi yang dipeluk oleh
penduduk Yahudi imigran di Yaman dan Madinah, serta agama Majusi
(Mazdaisme), yaitu agama orang-orang Persia.
Dari
uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya secara
geografis, jazirah Arab sangat kondusif untuk mengemban tugas dakwah
karena terletak di bagian tengah-tengah umat-umat yang ada di sekitarnya
pada waktu itu. Demikian juga sebagaimana kita ketahui bahwa Allah
menjadikan Baitul Haram sebagai tempat berkumpul bagi manusia dan
tempat yang ama serta merupakan rumah yang pertama kali dibangun bagi
manusia untuk beribadah dan menegakkan syiar-syiar agama Allah. Maka
merupakan kelaziman dan kesempurnaan jika lembah yang diberkahi ini juga
menjadi tempat lahirnya Islam yang notabene adalah millah Ibrahim dan
menjadi tempat diutus dan lahirnya pamungkas para Nabi.
Wallahu a’lam……..
*) Penulis merupakan anggota Asosiasi Penulis Islam (API) STAIL
Posting Komentar
Tanggapi atas dasar dari lubuk hati dengan ilmu yang Anda miliki..