Stop Trend Galau (Remaja, Jangan Lagi Galau!)


Oleh *Yahya Ghulam Nasrullah
            Semua tahu, beberapa tahun belakangan pun hingga saat ini. Kata “galau” menjadi trendsetter di kalangan remaja, bahkan parahnya galau bukan hanya menjadi trendsetter dalam penggunaan bahasa. Tapi sudah mengakar sampai tahap mindset dan pola tingkah laku. Penulis masih terngiang salah satu pesan seorang guru. “menulislah karna keresahan, karna kegelisahan”. Untuk itulah tulisan ini hadir, fenomena akut akan kegalauan yang banyak menimpa para remaja kita. Dan seolah tiada akhir ini, membuat kita mestinya bersegera untuk mengakhiri trend “bahaya” ini.

Serba Galau
            Sejatinya kata “galau” bukanlah kosakata yang baru, kata tersebut telah ada sejak waktu dahulu, namun intensitas penggunaannya belum sampai seperti sekarang. Entah bagaimana, kata galau mampu mencuat dan eksis hingga sampai seperti belakangan ini. Namun itu bukanlah persoalan utama, karna memang di zaman sekarang ini, kosakata yang muncul hingga menjadi trendsetter  dalam penggunaannya, di kalangan remaja khususnya. Adalah kosakata yang cenderung “aneh” dan membuat kita kebingungan dengannya. Sebagai contoh di antaranya yaitu “ciyus”,“kepo” dan kata-kata aneh lainnya. Yah, begitulah pergaualan remaja saat ini.
Namun pertanyaan pentingnya adalah, apa sebenarnya penyebab para remaja kita menjadi rentan galau. Ada banyak faktor sejatinya penyebab dari masalah ini. Di antaranya, pertama, Hadirnya sosial media itu sendiri. Penggunaan kata galau hingga sampai menjadi pola pikir dan tingkah laku seperti saat ini, tidaklah bisa dipisahkan dengan kehadiran sosial media sebagai sarana penyebarannya. Bahkan trend galaupun sebagian besar banyak kita temukan disana –facebook, twitter dan sebagainya-.
Kedua, Tidak mempunyai teman curhat. Fenomena curhat galau di sosial media juga salah satunya disebabkan karena tidak adanya orang lain sebagai tempat berkeluh kesah. Walaupun ini tidak selamanya benar, karena banyak yang juga mempunyai teman sebagai tempat curhatnya, tapi tetap saja sosial media dijadikan tempat pertama untuk berkeluh kesah. Mungkin memang karna ada sebab lain semisal, ingin eksis, cari perhatian atau lain sebagainya.
Ketiga, trend galau juga biasanya tercipta karena banyak di antara remaja kita yang tidak mempunyai aktifitas yang harus dikerjakan atau bingung ingin melakukan apa. Ujung-ujungnya bete’, dan secara gak langsung mereka mendeklarasikan dirinya “sedang galau”.
Penyebab selanjutnya, yang keempat. Banyaknya remaja galau disebabkan oleh tayangan-tayangan media, khususnya televisi. Dikarenakan acara-acara yang disuguhkan oleh layar segi empat tersebut, banyak mengandung efek-efek atau pengaruh yang “menggalaukan”. Dan virus galau sangat terasa pada tayangan-tayangan seperti sinetron. Kisah cinta yang disajikan membuat penonton -khususnya kalangan remaja- terbodohi. Membuat penonton jadi banyak berandai-andai, ingin juga mempunyai kisah cinta rekayasa seperti di sinetron. Yang padahal tidak akan terwujud di kehidupan nyata para penonton, yang akhirnya hanya membuat mereka terjangkit virus galau stadium akut.
Yang terakhir, penyebab galau disebabkan karna kurangnya iman. Atau tepatnya jarang ibadah. Dalam hidup, yang namanya masalah, cobaan, dan problematika hidup lainnya pastilah ada. Dan sebagai manusia yang meyakini adanya Tuhan, hendaknya kepada-Nyalah kita mengadu akan segala persoalan hidup yang datang. Karna sesungguhnya cobaan dan masalah yang datang tersebut, adalah cara Tuhan untuk menaikkan derajat kita sebagai hamba.
Lakukan Sebaliknya
Dari penjelasan diatas, setidaknya mestinya kita sudah mengerti apa yang seharusnya kita lakukan agar tidak terjangkit virus galau. Jika rata-rata orang masih belum cerdas dalam bersosial media, menjadikan sosial media sebagai tempat curhat akan kegalauannya. Kita hendaknya melakukan sebaliknya, dengan mengsyiarkan wacana stop trend galau. Atau mengajak untuk cerdas dalam bersosial media.
Jika masih banyak orang yang belum mempunyai teman yang mampu membimbing dirinya, untuk senantiasa melakukan hal-hal baik (bukan begalau ria). Kita hendaknya melakukan hal sebaliknya, carilah teman atau komunitas yang senantiasa mengingatkan kita akan kebaikan.
Jika masih banyak orang yang bingung untuk melakukan apa, sehingga mebuat dirinya bosan dan akhirnya galau. Kita hendaklah melakukan sebaliknya, sibukkan diri kita dengan hal-hal yang bermanfaat. Atur aktifitas sehari-hari kita, Buat schedule yang jelas –kalau perlu- akan apa-apa saja yang mestinya kita lakukan, supaya tidak terjebak pada situasi bosan tanpa kerjaan.
Jika masih banyak orang yang hobi nonton sinetron, yang menyebabkan mereka menjadi generasi galau karna tayangan tersebut. Kita hendaknya melakukan sebaliknya, hindari tayangan-tayangan yang demikian. Bahkan lebih baik tidak menonton telivisi, kalau memang toh nyatanya lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.
Jika masih banyak orang yang lemah imannya karna jarang mendekatkan diri kepadaNya, sehingga membuat mereka keliru untuk mengadukan kegelisahannya. Kita hendaknya melakukan sebaliknya, rajinlah dalam beribadah, lebih mendekatkan diri padaNya, serahkan segala persoalan hidup padaNya. Juga tak lupa untuk senatiasa menambah khasanah keilmuan dan keislaman kita, agar benteng diri kita semakin kuat.
Stop Galau
Terakhir, sebagai generasi muda yang masih panjang perjalanannya. Dan sadar bahwa masih banyak rintangan yang menghadang untuk menuju kesuksesan di depan sana. Trend galau yang banyak diidap oleh para remaja kini, haruslah kita buang jauh-jauh. Karna sejatinya hal itu hanya akan menghambat kita tuk menuju kesuksesan yang kita ingin capai. Siapa sih di antara kita yang tidak ingin sukses.
Untuk itu, mari kita ajak diri kita dan orang-orang di sekitar kita untuk benar-benar menyetop trend galau yang sudah mengakar ini. Karna hakikinya, dan secara jujur kita juga sepakat. Bahwa untuk meraih kesukesan tidak bisa hanya dengan aktifitas-aktifitas galau. Juga tidak ada sejarahnya orang galau bisa sukses. Karna sukses butuh perjuangan keras, usaha yang giat, niat yang kokoh, dan do’a yang terpatri.
Harapannya kita semua mampu faham betapa tidak ada perlunya galau, bahkan hebat jika kita mampu memunculkan gerakan stop galau secara masal dan terorganisir. Sehingga ke depan, para generasi muda bangsa ini adalah generasi yang sukses -secara individu-, juga merupakan generasi yang siap mengemban amanah mulia -secara global- untuk mengatasi segala persoalan negeri, dan menciptakan Indonesia yang lebih baik. Bukan generasi yang rentan galau, yang bingung mau diapakan bangsa kedepan. Semoga harapan itu bisa terwujud. Amin …
*)Penulis adalah Mahasiswa STAI Luqman al-Hakim jurusan Komunikasi dan Anggota Asosiasi Penulis Islam Surabaya (API)
Teruskan :

Posting Komentar

Tanggapi atas dasar dari lubuk hati dengan ilmu yang Anda miliki..

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Asosiasi Penulis Islam (API) Surabaya - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger