Lepaskan Belenggu, Dahsyatkan Dirimu!


Oleh *Robinsyah
Di tengah kehidupan seperti saat ini, di mana virus materialisme liar menjalar menggerogoti, tidak sedikit orang yang merasa terbelenggu di tengah kemerdekaannya.
Secara fisik, mereka normal, bebas, tidak kekurangan suatu apapun untuk berbuat guna menggapai keinginan mereka. Namun karena faktor jiwa, mental, ruh yang lemah, kerdil, mengakibatkan ia tak mampu berbuat apa-apa di tengah keberdayaannya.

Fisik yang sempurna, tenaga yang mesih perkasa, peluang yang hilir-mudik, sama sekali tidak mampu memancing hasratnya untuk menyambut argresif dan segera bertindak, bahwa ia mampu untuk mendapatkan impiannya. Yang ada, ia merasa tidak akan mampu karena keterbatasan yang ia miliki.
Misal,  ketika diberi tantangan, ia akan selalu menjawab pesimis, “Saya tidak bisa, karena saya begini, begitu, tak ada waktu”. Inilah yang dimaksud dengan jiwa terbelenggu; terbelenggu oleh kekurangan yang bersifat materi atau fisik.
Jiwa kerdil macam ini, mengakibatkan pemiliknya pasif dan tidak produktif sama sekali. Yang bisa ia lakukan hanyalah menyalahkan keadaan. Dan, keputusasaan akan menjadi ending dari perilaku buruk ini.
Di saat diri tengah dilanda penyakit macam ini, jangan pernah bermimpi kesuksesan akan menghampiri, barang sekejap. Kita akan menjadi pecundang abadi di muka bumi ini.
Nahasnya, yang menjadi faktor utama tenggelamnya kita ke dasar jurang kegagalan, adalah diri kita sendiri, karena memiliki jiwa yang terbelenggu, bukan jiwa yang merdeka, yang akan mampu mengomando fisik, di tengah kekurangannya.
Sungguh, memiliki jiwa yang merdeka, itu akan jauh lebih baik dan bermanfaat, meski fisik dalam kesukaran, dari fisik yang menghirup udara segar, tapi jiwa berada pada ‘ruang beruji besi’. Karena sesungguhnya, komando kita dalam menjalani kehidupan ini adalah jiwa.
Adapun fisik, hanyalah ‘prajurit’ yang akan melakukan segala titah dari sang-komandan. Dan sudah pastilah, sang ‘prajurit’ pun tidak akan mungkin bergerak tanpa mendapat komando dari komandan.
Inilah kiranya analogi yang tepat, dalam memposisikan jiwa dan fisik/materi, dalam konteks pembahasan kita kali ini. Karenanya, menjadi sangat penting bagi kita untuk memiliki jiwa merdeka, jiwa yang bebas dari belengku kekurangan fisik atau materi.
Dengan memilikinya, kita tidak pernah ciut dengan kondisi yang tengah kita alami, saat ini, yang –mungkin- tengah berada dalam ke-minus-an, baik itu berupa fisik (kesempurnaan anggota tubuh), materi (modal), atau pun peluang. Hal tersebut tidak pernah menjadi batu sandungan untuk meraih kesuksesan. Tapi, justru menjadi batu loncatan, pemompa semangat, untuk terus bergerak guna menggapai kesuksesan.
Jiwa-jiwa seperti inilah, yang telah dimiliki oleh para tokoh dunia, termasuk di Indonesia, yang telah mampu menggoreskan sederet prestasi di kehidupan mereka. Dan, sejarah pun telah mencatat, tidak sedikit dari mereka, yang tampil menjadi orang ‘berada’ dari ‘ketidakberadaannya’, pada fase sebelumnnya.
Di Indonesia, kita kenal Bob Sadino –BS- (pengusaha, pemilik supermarket terkemuka di Indonesia) dan Chairul Tanjung –CT- (pengusaha sukses/pemilik dua stasiun TV Swasta ternama di Indonesia). Keduanya kita ketahui, merintis karir dari nol, dari golongan “tidak punya apa-apa”, dan kini naik “kelas”, menjadi sosok yang “apa-apa saja punya”.
BS memulai karir suksesnya dari tukang jual telor keliling. Bahkan sebelumnya, ia juga pernah menjadi kuli bangunan. Namun, lambat laun, setelah terjun di dunia bisnis, ia pun sukses mengembangkan bisnisnya, bahkan hingga ke manca negara.
Ada pun CT, memulai karir bisnisnya, dengan menjadi tukang foto copy di kampus tempat ia belajar, UI. Dengan ketekunannya dan keberaniannya, setelah melewati bereka ragam rintangan, jadilah ia sosok sukses di bidang bisnis yang bergerak di bidang pertelevisian, perhotelan, perdagangan, jasa, dll. Tidak jauh berbeda dengan BS, usaha CT pun memiliki daya saing dengan negara-negara di dunia.
Lebih Spektakuler
Dua tokoh di atas sebagai sampel, sosok-sosok yang mampu berdaya di tengah ketidakberdayaan secara materi, modal. Ada yang lebih spektakuler lagi, yaitu mereka yang mampu berprestasi di bawah intimidasi penguasa. Karena bersilang pendapat dengan para penguasa, mereka pun harus mendapati realitas dijebloskan di penjara.
Yang menakjubkan, meski berada dalam kondisi yang demikian, sama sekali tidak menghentikan langkah mereka untuk mengukir sejarah dengan tinta emas.
Masih dengan tokoh Indonesia, Buya Hamka. Tokoh yang dikenal religius dan komitmen terhadap ideologi yang diyakininya ini, harus mendekam di penjara karena berbeda pendapat dengan penguasa saat itu. Namun, justru di ruang pengap itulah, ia mampu mengarang satu kitab tebal, yang saat ini masih diperhitungkan keberadaannya, yaitu ‘Tafsir Al-Azhar’. Spektakuler !.
Nasib yang lebih memprihatinkan lagi dirasakan Syaikh Ahmad Yasin, pemimpin gerakan perlawanan pembebasan Palestina dari penjajah. Secara fisik, beliau tidak mampu berbuat apa-apa lagi. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan privasinya, juga harus mengandalkan bantuan orang lain, karena hampir seluruh tubuhnya lumpuh.
Namun, sekali lagi, justru sosok “lemah” inilah yang menjadi bahan pikiran para penjajah Zionis Israel, sehingga harus merancang rencana sedemikian rupa, guna melenyapkan kakek tua renta lagi tidak berdaya ini dari permukaan bumi. Hingga tibalah di suatu subuh hari, sebuah bom Zionis diledakkan dan merenggut nyawanya.
Pertanyaannya, mengapa sosok yang tertulis di atas mampu meraih prestasi di tengah kondisi tidak berpihak pada mereka? Jawabannya karena mereka telah mampu melepaskan belenggu di jiwa mereka, akibat dari keterbatasan.
Hasilnya, kondisi segetir apa pun yang mereka alami, sama sekali tidak menjadi penghalang untuk menggerakkan anggota tubuh mereka, serta membakar semangat mereka, untuk terus berprestasi.
Jiwa inilah yang harus kita miliki, jika kita ingin menjadi pribadi yang berprestasi. Kalau tidak, jangankan mereka yang lemah modal, fisik, dan sebagainya, mereka yang berdaya pun, tidak akan kuasa meraih apa-apa, apa bila jiwa mereka hidup dalam kebelengguan.  
So, mari kita bebaskan jiwa kita dari belenggu-belenggu, yang akan mematikan langkah kita untuk menuju tangga kesuksesan, demi terwujudnya mimpi menjadi pribadi yang berprestasi.
*)Penulis adalah Anggota API (Asosiasi Penulis Islam) Panceng, Gresik dan tinggal di catatan-kangrobin.blogspot.com
Teruskan :

Posting Komentar

Tanggapi atas dasar dari lubuk hati dengan ilmu yang Anda miliki..

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Asosiasi Penulis Islam (API) Surabaya - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger