Oleh:*Miftahuddin
Allah memberikan rezki yang banyak adalah agar kita bisa
bersyukur dan dapat menggunakan rezki tersebut dengan cara yang baik dan benar,
atau jika kita memiliki rezki yang cukup banyak atau lebih, dapat kita infakkan
kepada orang-orang yang miskin yang memerlukannya. Hal tersebut guna untuk
memberikan kesempatan kepada mereka saudara-saudara kita yang miskin untuk
meresakan kehidupan yang layak seperti yang dirasakan oleh kita orang-orang
yang berkecukupan.
Namun apa akibatnya,
jika sekiranya harta yang seharusnya kita bagikan kepada mereka yang
memerlukan, namun kita hambur-hamburkan untuk kesenangan dan poyah-poyah
semata, khususnya yang pada saat tahun baru datang.?
Kenali! sejarah tahun baru
Tahun Baru pertama kali dirayakan
pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar
dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan
tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain
kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi
dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan
mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu
tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan
Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1
Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari
ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari
penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di
tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius
atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius
Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.( meta http-equiv//
renungan-menjelang-tahun-baru-bagi-muslim.com)
Dari sini kita dapat menyaksikan
bahwa perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan
dari Islam. Perayaan tahun baru terjadi pada pergantian tahun kalender
Gregorian yang sejak dulu telah dirayakan oleh orang-orang kafir. Dalam hal ini
rasulullah mengingatkan kita untuk tidak meniru-niru kegiatan perayaan tahun
baru yang biasanya di isi dengan hura-hura, pesta kembang api, minuman keras
dan bahkan tak jarang sampai melakukan sex yang mana dilakukan oleh para
remaja. Karena hal tersebut sama saja menunjukan bahwa kita tidak ada bedanya
dengan mereka orang-orang kafir yang merayakan tahun baru dengan menghambur-hamburkan
uang. Firman Allah:
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (Qs. Al
Isro’: 26-27)
Dalam ayat di atas Allah
menjelaskan kepada kita bahwa sahnya sikap boros tersebut tidak lain merupakan
bagian dari pada sifat syaitan, dan jika sekiranya hal itu juga kita lakukan,
berarti sama halnya kita dengan syaitan dan orang-orang kafir yang yang suka
menghambur-hamburkan uang. Sabda Rasulullah:
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia
termasuk bagian dari mereka”
Intropeksi diri
Mengingat perkataan rasulullah:
“barang siapa yang hari kemarin lebih buruk dari hari ini, maka dia celaka,
siapa yang hari ini sama saja seperti kemarin, maka dia merugi, dan barang siapa
yang hari esok lebih baik dari hari ini, maka ia beruntung.”
Setidaknya seorang muslim yang
memiliki akal dan hati nurani, maka sudah pasti dia akan menggunakan akalnya
untuk berfikir mana yang baik dan mana yang jelek. Seorang muslim yang berakal
barang tentu ia akan berfikir bahwa merayakan tahun baru dengan melakukan
hura-hura dan menghamburkan uang adalah suatu yang sangat tidak memberi manfaat
sedikitpun kepada dirinya dan hal tersebut juga dibenci oleh Allah swt, dan
adapun mereka yang tidak memiliki akal dan hati nurani maka mereka akan
menjadikan ajang tahun baru ini sebagai momen untuk melakukan hura-hura dan
juga melakukan berbagai pesta kesenangan yang hanya berbuah kerugian pada diri
sendiri dan orang lain.
Letak perbedaan orang yang berakal
dan tidak ialah bagi mereka yang berakal, dia akan menjadikan ajang tahun baru
ini sebagai momen untuk melakukan intropeksi diri, yakni dengan cara
menghitung-hitung seberapa banyak kah amal kebaikan yang telah dilakukan
ketimbang amal keburukannya. Sehingga ketika tahun kemarin ternyata masih
terdapat banyak amal kejelekan yang dilakukannya, maka pada tahun ini dia akan
berusaha untuk merubahnya dan melakukan amal kebaikan yang lebih banyak lagi
untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan adapun orang yang tidak memiliki akal atau
memiliki tapi sama sekali tidak menggunakannya, maka pada saat tiba tahun baru
dia hanya mengisinya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat dan juga hal yang
sia-sia, seperti yang sering kita lihat pada tahun-tahun sebelumnya yang kebanyakan
dari mereka hanya menghambur-hamburkan uang dengan membakar kembang api, minum
minuman keras dan juga melakukan maksiat.
Jangan ulangi!
Saudara-saudaru ku, marilah kita
mencoba dan berusaha agar kejelekan atau keburukan yang telah kita lakukan di
tahun lalu, tidak terulang kembali di tahun ini. Hendaknya sebagai seorang
muslim yang memiliki akal dan fikiran, menjadikan momentum akhir tahun sebagai
ajang untuk berfastabiqul khairat dalam artian berlomba-lomba untuk melakukan
kebaikan.
Jika sekiranya tahun lalu kita menggunakan uang kita
untuk berfoya-foya, maka tahun ini mari kita gunakan uang tersebut untuk
menyantuni fakir miskin dan juga anak-anak yatim piatu yang lebih
membutuhkannya. Karena
hal tersebut juga akan kembali kepada kita.
Firman
Allah:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan
seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.
dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.(Qs. Az Zalzalah: 7-8)
*)Mahasiswa
STAIL asal Kab. Nunukan KAL-TIM
Posting Komentar
Tanggapi atas dasar dari lubuk hati dengan ilmu yang Anda miliki..