Matahari tak kuasa menahan
keroyokan sekawan awan tebal yang menutupi keperkasaannya meyinari bumi. Langit
mulai mendung bersama angin kencang yang menerbangkan butiran-butiran debu
serta polusi. Rintik-rintik hujan mulai turun dengan berlahan-lahan. Gerimis
menguasai siang ini.
Aku melaju diatas dua roda
bersama sekarung sampah busuk yang memilukan. ‘Si Baja Hitam’ yang kutunggangi
seakan berteriak minta tolong karena beratnya beban sampah dapur yang basah
serta busuk yang menyengat. “Fatih kamu duduk dimana?” Dalam hatiku
bertanya-tanya kepada orang yang berbadan subur yang sedang menunggangi ‘Si
Baja Hitam’ yang tak lain dan tak bukan adalah diriku sendiri. “Ya di atas
motorlah, masa di roda. Badan gede gini mana muat nempel di roda.” oceh hatiku
yang lain. “Mana yang lebih berat, sekarung sampah yang busuk ini atau badanmu
yang bongsor itu?” Balas hatiku yang lain. “Badankulah!” Balas yang satu lagi.
“Fatih hatimu ada berapa?”. Pikiranku terus berbodohria bersama hatiku yang
kesal harus menerima amanah alam yang begitu berat kurasa. Membuang sampah.
Aku terus melaju menerobos gerimis
yang kian deras mengejar waktu yang pemaksa menuju TPA(tempat pembuangan akhir)
terdekat. ‘Si Baja Hitam’ melaju dengan kekuatan maksimal, melewati sederet
pepohonan akasia yang menghiasi pinggiran jalan umum ‘Kampus Pelangi’. Pengeras
suara dari masjid As-salam berteriak mengingatkan waktu shalat tinggal 15 menit
lagi, membuatku semakin berpacu bersama kuda besi rongsokan ini. ‘Si Baja Hitam’
berlari melewati depan masjid As-Salam, nampak para ‘Pasukan Putih’
berlomba-lomba menuju masjid. Tiba-tiba ‘Si Baja Hitam’ membuat onar, ban
depanya kempes membuatnya oleng tepat di depan masjid. Hampir saja badanku
melayang, untung berat badanku yang memadai mampu membuatku menguasai diri.
Namun sekarung sampah di belakangngku terbang melayang ketanah membuat isinya
tumpah berserakan di jalan. Pulahan pasang mata menyaksikan kejadian haru biru
itu membuat pipiku memerah bagaikan delima. Namun sangat di sayangkan, satupun
dari mereka tak punya niat untuk membantu kesialanku. Mungkin karena mereka
telah bersuci siap menghadap Sang Pemilik. Beberapa dari meraka malah
menertawakanku, hampir pecah maluku.
Dengan langkah gontai dan menahan
malu, kugerakan tubuhku untuk menuntaskan sampah yang berserakan itu. Dengan
rasa jijik kumasukan sampah basah yang berbelatung itu kedalam karung.
Gerakanku makinku percepat hingga hanya menyisahkan air busuk yang hanyut
karena air hujan yang semakin deras. Ku angkut sekarung sampah sial itu ke atas
motor purbaku dan mendorong motor itu menuju TPA yang tinggal 200 meter lagi.
Mungkin ‘Si Baja Hitam’ ini akanku parkir disana.
Hari ini hariku, hari
Valentine day. Kata orang hari ini adalah hari kasih sayang, namun bagiku hari
ini adalah hari kesialanku. Hujan semakin deras selaras dengan suara adzan dari
pengaras suara masjid yang bertalu-talu. Setelah menyelesaikan tugas sial tadi,
kuteduhkan diriku dibawah pohon pisang samping TPA. Kuyakinkan diriku, aku
pasti masbuk atau ‘delay’.
***
Sehari sebelumnya.
“Fathe! Besok kucing ente
ulang tahun ye?” Hamdan merocos tak karuwan ketika bertemu aku di Supermarket.
“Sapa bilang?” Balasku
cuek.
“Buqtinye ente beli kertas
kado sama cokelat banyaq betul. Bentuqnya hati, warnah kertasnya pink.. Wawww.”
Balasnya sok tahu.
“Terserah aku dong,”
“Ih, ente soq misteri. Bagi
sini coqelatnya.”
“Apaan sihh, ini bukan buat
ente botol.”
“Dasar gembrot pelit…”
“Awas kamu ya!” Teriaku
geram. Hamdan berlari meninggalkan emosiku. Memang mahluk yang satu ini tak
pernah tenang melihat diriku. Mungkin aku terlalu imut. Ami-amit.
Setelah membeli semua
pasanan kakakku, aku segera bergegas meninggalkan Supermarket. Aku menstarter
‘Si Baja Hitam’, sekali, duakali, tiga kali, empat kali, brrrrrmmmmm. Emosiku
hampir menbuncah lagi. Angin sepoi-sepoi berhembus menyegarkan, hmmmm.
Sesampai di rumah, suara
adzan terdengar bersahutan dari bebarapa pengeras suara di masjid-masjid.
Kulangkahkan kaki ini memasuki rumah panggung berdinding papan yang membuat
langkahku berbunyi.
“Pesananku mana?” Suara
Fira mengagetkan jantungku. Kakakku yang satu ini memang memiliki suara lantang
bagaikan kompor gas meletus.
“Iya, ini” jawabku ketus
sambil menyerahkan pesanannya. Mungkin kalau bukan kakakku sudah kujinakkan dia
dari kompor gas menjadi lilin. Aku segera bergegas mempersiapkan diri menuju
masjid terdekat untuk memenuhi kebutuhan ruhani. Bersama ‘Si Baja Hitam’ku yang
setia, aku berlekas menuju masjid As-Salam.
Ruang masjid yang bercat
putih ini telah dipenuhi oleh segerombolan hamba yang siap memohon kepada
majikannya. Masjid As-Salam memang berbeda dengan masjid lainnya, karena
seluruh jama’ahnya wajib berbusana putih. Maka suasana masjid ini terlihat
seperti sekumpulan malaikat di khayangan. Suara muadzin melantungkan iqomat
bertanda penghambaan akan segera dimulai. Shalat dzuhur berjama’ah.
Setelah memenuhi kebutuhan
ruhani, aku menuju keberanda masjid tempat biasa aku dan kawan-kawan
bercengkrama tentang masalah agama. Disana sudah ada Hamdan yang katanya
keturunan Arab. Dia berbicara sambil beretorika bak Ustadz handal yang
berceramah.
“Jadi, barang siapa yang
mengikuti suatu kaum, maka dia termasuk golongan kaum tersebut. Jika kita ikut
merayakan perayaan orang-orang kafir, maka kita termasuk golongan mereka.
Jelas?” Perkataan hamdan itu mampu menyihir teman-teman yang lain. Inilah sisi
lain dari seorang Hamdan.
“Valentine day itukan hari
kasih sayang, saling memberi. Bukannya agama kita menganjurkan kita untuk
saling berkasih sayang dan memberi?” Pertanyaan Yusuf ini ampuh menghilangkan
sihir Hamdan tadi.
“Sebelum menjawab
pertanyaan kamu, mari sama-sama kita telusurih sejarah tentang hari valentine.
Pada tanggal 14 Februari 270 M.” Kata Hamdan seolah-olah.
“St. Valentine di bunuh
karena pertentangan dengan penguasa Romawi yang berkuasa pada masa itu. Semasa
hidupnya St. Valentine adalah seorang yang sangat dermawan, baik hati, dan
penyayang terhadap pengikutnya. Maka para pengikutnya memperingati hari
kematiannya. Bagi para pengikutnya St.valentine di anggap sebagai simbol
ketabahan, keberanian dan kepasrahandalam menghadapi cobaan hidup. Mereka
memperingatinya sebagai upacara keagamaan. Namun beberapa abad kemudian upacara
keagamaan itu berangsur-angsur hilang dan berubah menjadi perayaan bukan
keagamaann. Hari Valentine kemudian di hubungkan dengan pesta jamuan kasih
sayang bangsa Romawi kuno yang di sebut Supercalis yang jatuh pada 15 februari.
Setelah orang-orang Romawi itu masuk ke agama Kristen, pesta Supercalis
kemudian dikaitkan dengan kematian St. Valentine. Penerimaan upacara kematian
St.Valentine sebagai hari kasih sayang juga dikaitkan dengan kepercayaan
orang-orang eropa bahwa waktu kasih sayang itu mulai bersemi bagai burung
jantan dan betina pada tanggal 14 februari. Biasa di pahami teman-teman?”
Penjelasan Hamdan di akhiri dengan pertanyaan orang yang sok hebat.
“Terus masalahnya apa
dengan kita?” Tanya Ijul ikut menimpali.
“Ehemmm…. Haus ni…
Kesimpulannya, Valentine day hanyalah tiadk lebih bercorak pada kepercayaan
atau animisme belaka yang berusaha merusak aqidah muslim dan muslimah sekaligus
memperkenalkan gaya hidup barat dengan kedok percintaan, perjodohon serta kasih
sayang. Ane potong dulu.. Haus ni… Mene minumnya….?” Kata terakhirnya ini
merusak suasana serius. Sisi yang lain hamdan mulai nampak lagi.
“Sebagai seorang muslim,
tanyakan pada diri kita sendiri, apakah kita akan mencontohi begitu sajah
sesuatu yang jelas bukan bersumber dari islam? Kalau ada sesuatu yang bisa
merusak prinsip kita, maka kita wajib menghindarinya. Lagian tujuan dari pada
merayakan Valentine, ujung-ujungnya pasti zina.” Hamdan berhenti berceramah
sambil meneguk segelas air.
“Benar juga ya, kalau di
fikir-fikir kenapa hari kasih sayang itu harus pada tanggal tertentu. Bukannya
kita harus saling menyayangi antar sesama kapanpun dan dimanapun? Rosulullahkan
pernah bersabda: tidak beriman seseorang diantara kalian sehingga ia mencintai
saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.” Kata Yusuf ikut menimpali.
“Betul tu…” Kata Hamdan
membenarkan. Seolah-olah.
Hari semakin matang, perut
kami mulai keroncongan meminta kebutuhan jasmani. Kami mengakhiri majelis kecil
ini dan bergegas menuju kerumah masing-masing. Siang ini banyak hal yang
kudapatkan dari saling berbagi ilmu di majelis kecil, tentang perayaan yang
akan dirayakan oleh sebagian orang di dunia esok hari. Bersama ‘Si Baja Hitam’
kumenelusuri jalan raya. Di pinggir jalan, toko-toko, baliho raksasa, dan
beberapa rumah semuanya menampilkan jergon-jergon yang identik dengan Valentine
day.
Tiba dirumah. Di atas meja
kuliahat ada beberapa bungkusan kado berbentuk hati dan berwarna pink.
Kuperhatikan baik-baik. “inikan pesan ka Fira yang kubeli tadi, ini pasti untuk
merayakan Valntine. Tidak-tidak ini harus dihindari,” kataku dalam hati. Aku
berniat ingin memusnakan itu semua. Kenapa aku tidak sadar waatu Fira
menyuruhku membeli semuanya. Saat kumulai menjalankan aksiku. Tiba-tiba ada
suara kompor gas meletus.
“Hei ngapain kamu?!” Suara
Fira mengagetkanku lagi.
“Ei.. Seorang muslimah itu
gak boleh merayakan Valentine!” Kataku mengikuti gaya Hamdan.
“Siapa sih yang mau
merayakan Valentine?” Katanya sok tidak tahu.
“Ka Fira lah… Buktinya, ini
ada kado-kadoan warna pink lagi, itukan gue banget,,” kata ku sambil bercanda.
“Dasar kamu.. Badan
sekuriti hati hello kitty… Emang gak boleh merayakn Valentine?” Kata Fira, masi
basa-basi.
“Iyalah kitakan muslim…”
Aku menimpalinya.
“Iya,, aku tahu… Kado itu
buat kamu kok….” Kata-katanya berubah jadi lilin.
“Beneren?” Tanyaku
memastikan.
“Besokan ulang tahun kamu.”
“Oh.. My God.. I love you
my suster.”
***
Hari masih setia. Hari ini
adalah hari ulang tahunku yang dirayakan oleh seluruh orang di dunia.
Valentine?.. No i’m muslim.
“Fathi! Fathi! Ayo lekas
bangun.. Sudah siang…. Buang sampah di dapur tuh… Uda bau banget, uda seminggu
numpuk………”
End
By: Siraj el-Manadhy
(Penulis adalah mahasiswa STAIL
Surabaya semster VI juga anggota API)
Posting Komentar
Tanggapi atas dasar dari lubuk hati dengan ilmu yang Anda miliki..