Oleh:
Robinsah
Bermuara
dari status seorang anggota API (Asosiasi Penulis Islam) di wall
(halaman)
facebook
resmi organisasi kepenulisan ini, yang menggambarkan keresahan
hatinya dari kevakuman organisasi.
Tiba-tiba
group facebook
yang sudah lama tak ‘bersenandung’ itu riuh dengan komentar dari
anggota yang lain.
Pada
intinya mereka semua menyuarakan perasaan yang sama; resah, kecewa,
sedih, pilu dan rasa getir lainnya melihat organisasi yang telah
berumur lebih dari 5 tahunan ini mengalami mati suri dalam kurun
waktu cukup lama. Sekian banyak komentar yang ada semua mengerucut
kepada satu suara; “Ayo, kita ‘nyalakan’ lagi API’.
Mereka
meminta kepada pihak yang memegang wewenang (pengurus) untuk
mengubris tuntutan mereka dengan cara segera mengambil tindakan cepat
guna
menyelamatkan
nasib API.
Syukur tak
lama berselang, sang nahkoda pun muncul di permukaan. Responnya pun
cukup cepat dalam menanggapi ‘teriakan’ dari para anggotanya.
Setelah membaca masukan-masukan, jurus penyelamatan pun langsung
diambilnya. “Kepada setiap anggota API diharapkan untuk hadir pada
malam Ahad untuk sosialisasi kepengurusan API baru dan diskusi
pengetasan problematika API”. Demikian poin inti dari pengumuman
yang disampaikan sang ketua.
Singkat
cerita, pada malam yang telah ditentukan, berkumpulah beberapa
anggota yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap keselamatan API di
forum tersebut, termasuk beberapa mantan ketua API beberapa tahun
silam. Jumlah mereka tidak banyak,
sekitar
sembilan
anggota saja. Namun dari diskusi kelompok kecil ini, keputusan
pengambilan tindakan penyelamatan terasa sangat kongkrit
dan solutif.
Di antara
keputusan yang diambil; Pertama, dengan lapang dada, ketua lama
melepas amanahnya. Ia merasa sudah waktunya undur diri mengingat ada
beberapa kendala yang harus membuatnya meletakkan jabatannya. Tidak
lupa beliau meminta maaf bila dalam kurun kepemimpinannya terjadi
banyak hal yang kurang diinginkan, termasuk kevakuman selama beberapa
bulan terakhir.
Karena
terjadi kekosongan kepemimpinan inilah, akhirnya para anggota
bermusyawarah untuk memilih ketua baru. Debat antar anggota pun
terjadi mengenai siapa dan bagaimana kriteria pemimpin yang akan
dipilih. Hampir semua anggota mengeluarkan pendapat mereka yang
dinilai paling solutif.
Uniknya,
walaupun
demikian, tak ada satu pun anggota yang memaksakan kehendaknya.
Ketika mereka menemukan pendapat di luar diri mereka yang
dirasa lebih
baik, maka digugurkanlah
pendapat itu dan memilih mendukung pendapat teman yang lebih solutif.
Nampak
mereka benar-benar mencari win-win
solution
bagi organisasi yang mereka cintai, bukan mencari nama atau
sekedar
pamor di depan anggota yang ada. Dari diskusi panjang itu, akhirnya
terpilihlah seorang anggota yang dipandang paling layak saat ini
untuk memangku amanah sebagai nahkoda baru API. Semua anggota
menerima dengan lapang dada dengan keputusan tersebut. Pekikan takbir
pun menggema sebagai ucapan syukur. Di hadapan para anggota , sang
nahkoda baru pun berjanji untuk kembali ‘menyalakan bara’ API
seperti dahulu kala.
“Dan ini
akan terealisasi, bila kita semua saling mendukung satu sama lain
terhadap proyek-proyek yang kita rancang”, ucapnya dengan nada
penuh semangat.
Selesai
urusan pemilihan ketua, dengan dipimpin oleh pemimpin baru, para
anggota bermusyawarah untuk menggagas program-program API di masa
mendatang. Berbagai programpun disepakati, termasuk penggarapan
Mading (Majalah
Dinding) yang
pekan
itu juga harus terlaksana. Semua anggota diminta untuk menyetor
tulisan sebagai bahan Mading. Dan semua mengatakan siap.
Nah, sudah
maklum adanya, bahwa dana bagi sebuah organisasi adalah denyutan
darah bagi dirinya. Syukur Alhamdulillah,
menyadari bahwa organisasi ini akan bertahan hidup dengan donor para
anggotanya, malam itu pula, para anggota sepakat untuk menyalurkan
bantuannya untuk API, semampu dan seikhlas mereka. Didapati antara
mereka ada yang menyumbang Rp. 20.000, Rp. 10.000, Rp. 7.000, dan
sebagainya.
Lebih
mengembirakan, mereka semua juga setuju kalau, “Kita harus iuran
untuk setiap bulannya, terutama mereka yang sudah menjadi anggota
senior dan telah mendapat penghasilan”. Begitu bunyi
kesepakatannya.
Nah,
sebagaimana
ditulis pada pembukaan tulisan ini; bermula dari keresahan seorang
anggota yang menuliskan isi hatinya di facebook
API, lalu berlanjut ke diskusi sekelompok anggota yang memiliki rasa
cinta dan tanggung jawab terhadap keberlangsungan organisasi API,
akhirnya, para pembaca bisa mendapati API kembali ‘hidup’ meski
baranya belum seberapa besar dan kelihatan. Namun hasil dari proses
penyelamatannya adalah nyata; ‘API
Kembali Menyala’
dengan tulisan-tulisan karya
anggotanya. Sebuah kesyukuran yang tiada tara. Bersambung
... (Volume 2)
Penulis adalah anggota Asosiasi Penulis
Islam (API), Pengasuh Mahasiswa STAI Luqman Al-Hakim, juga
kontributor majalah MULIA.
Posting Komentar
Tanggapi atas dasar dari lubuk hati dengan ilmu yang Anda miliki..