Guys, loe kemaren dari mana?, gue nyariin loe tau.”
“Ih! Gue jijay banget maa loe.”
Kita pasti pernah mendengar potongan kalimat di atas, terutama para kawula
muda. Ya, percakapan seperti itulah yang sering terlontar di bibir
remaja-remaja kita saat ini. Yang disebut sebagai “Bahasa Gaul” atau “Bahasa
Alay”.
Belakangan ini fenomena bahasa alay semakin menjadi-jadi di kalangan remaja
muda saat ini. Bahasa alay sendiri memiliki arti yang beragam. Mulai dari “anak
lebay”, “anak layangan”, “anak kelayapan” dll.
Bahasa alay sekarang sudah menjadi trend bagi remaja di Indonesia. Apalagi
didukung dengan adanya situs jejaring sosial yang semakin menjamur di dumay (dunia
maya) semisal facebook dan twitter yang sangat terkenal. Para remaja
menggunakan bahasa alay yang mereka miliki kepada sesama teman mereka.
Seolah-olah sudah mendarah daging di sanubari mereka. Dampaknya, bahasa
Indonesia baku yang notabene-nya sebagai bahasa nasional dan pemersatu negara
kita semakin tergeser kedudukannya.
Bagi para remaja yang sering menggunakan bahasa gaul, hal tersebut
memmiliki makna tersendiri. Kenapa?, karena bagi mereka itu merupakan identitas
mereka. Menurut mereka seorang remaja akan dianggap gaul apabila mereka
menggunakan bahasa alay dalam setiap percakapan yang mereka lakukan. Dan
sebaliknya seseorang akan dianggap norak atau ketinggalan zaman apabila tidak
menggunakan bahasa alay. Sehingga kedudukan bahasa Indonesia baku tergeser
dengan bahasa yang tidak jelas EYD-nya itu. Apabila hal ini terus dibiarkan,
maka kecintaan remaja terhadap bahasa Indonesia akaan berkurang. Bahkan yang
lebih menakutkan lagi, mungkin akan hilang sama sekali.
Dalam dunia remaja saat ini telah muncul istilah prokem. Prokem
merupakan sebuah istilah yang mennunjuk pada bahasa yang dimiliki oleh sebuah
kumpulan remaja tertentu atau yang lebih dikenal dengan istilah geng.
Jadi hanya geng tersebut yang mengetahui arti bahasa itu. Mereeka memiliki kode
mereka masing-masing.
Selain merubah bahasa secara lisan, bahasa alay juga mempengaruhi tata cara
penulisan suatu kalimat. Para remaja biasanya memasukkan lambang atau
simbol-simbol tertentu yang mewakili huruf-huruf yang mereka tulis pada kalimat
yang mereka buat. Contoh, “q ska 5 qm, qm 5u g jd pcr q”, yang artinya
adalah, ‘aku suka sama kamu, kamu mau gak jadi pacarku?.”
Selain agar lebih menarik, mereka juga sengaja menyingkat kata-kata
tersebut agar lebih hemat pengetikannya. Kebanyakan karena mereka malas untuk
menulis kata-kata yang panjang dan mereka merasa itu tidak simpel.
Terlalu sering menggunakan bahasa alay juga mempengaruhi seseorang untuk
membuat suatu karya ilmiah semisal makalah. Karena terlalu sering menggunakan
bahasa alay, mereka jadi kesulitan untuk menyusun kata-kata baku dalam karya
ilmiah mereka. Padahal makalah harus menggunakan bahasa baku untuk
pembuatannya. Dan, menurut kabar yang diperoleh dari internet, belum ada
seorang pun yang mendapat nilai sempurna dalam UN (Ujian Nasional) dalam mata
pelajaran bahasa Indonesia.
Namun, disamping memiliki dampak negatif penggunan bahasa alay juga
memiliki dampak positif. Para remaja bisa berkreatifitas dan berinovasi dalam
berbahasa. Namun tentu sajaharus dilkukan dalam tempat, situasi dan media yang
sesuai.
Yang harus kita lakukan sekarang adalah tanamkan pada diri kita
masing-masing untuk lebih mencintai bahasa Indonesia baku. Biasakan untuk
selalu menggunakan bahasa baku dalam percakapan sehari-hari. Sering-seringlah
membaca artikel yang menggunakan bahasa baku. Untuk para guru bahasa Indonesia
di seluruh sekolah di Indonesia, sebaiknya lebih menekankan lagi bagaimana cara
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Satu lagi yang tidak boleh terlupakan, sering-seringlah membaca KBBI, karena
mungkin saja ada banyak kosa kata bahasa Indonsiesia yang telah kita lupakan,
tetap semangat!!!
*penulis adalah Mahasiswa STAI Luqman Al Hakim dan anggota API)
Posting Komentar
Tanggapi atas dasar dari lubuk hati dengan ilmu yang Anda miliki..