“LIDAHMU, BINATANG BUASMU”


Oleh: Miftahudin*

Beberapa ulama berkumpul bersama khalifa Umar bin Abdul Aziz. Salah satu ulama berkata kepada sang khalifa, “ diam karena ilmu, seperti orang yang berbicara karena ilmu.” Kemudian Umar bin Abdul Aziz menanggapi, “ kalau aku menilai orang berbicara karena ilmu lebih baik keadaannya di hari kiamat karena manfaat yang di berikan kepada manusia. Sedangkan diam hanya  bermanfaat bagi diri sendiri.”
Ulama tersebut pun membalas dengan bertanya, “ wahai Amirul Mukminin, bagaimana dengan bencana orang yang berbicara?” mendengar peryataan tersebut, Umar bin Abdul Aziz menangis terseduh-seduh.(syahid, edisi 10/ februari 2012)


Bahaya lisan
 Masih begitu banyak manusia yang lupa akan bahaya daripada salah satu perangkat yang terdapat pada dirinya, yang meskipun perangkat tersebut paling lunak dan tidak bertulang namun perannya dalam membunuh dan menjerumuskan manusia kepada kenistaan lebih berbahaya dari pada lidah seekor singa yang paling ganas sekalipun, yang mana perangkat tersebut ialah lidah.
Lidah adalah karunia yang di berikan oleh Allah kepada seluruh manusia dan juga kepada hewan yang hidup di dunia ini, namun ada perbedaan besar antara lidah binatang dan lidah manusia, jika lidah seekor singa bisa membunuh seorang atau lebih dari dua orang, akan tetapi kalau di bandingkan dengan lidah manusia, maka lidah manusia adalah lidah yang paling berbahaya, yang kekuatannya bisa membunuh manusia sepuluh ribu kali lipatnya dari pada lidah seekor singa yang paling ganas. Kenapa bisa demikian?
Di riwayatkan Imam tarmidzi dengan sanad hasan shahih, seorang sahabat yang bernama Sufyan bin Abdullah pernah bertanya kepada Rasulullah Saw mengenai apa-apa yang paling beliau takutkan. Maka Rasulullah Saw memegang lidahnya seraya berkata, “ini.” Lidah yang di anugerahkan oeh Allah kepada kita adalah suatu yang luar biasa, dengannyalah kita dapat berbicara dan berinteraksi dengan berbagai macam jenis manusia dan juga bahasa, Jika kita lihat dari sisi kebaikan yang  peroleh dari bicara memang banyak, begitu pula sekiranya jika kita tidak bisa memberi manfaat dari berbicara maka diamnya kita juga merupakan suatu kebaikan. Oleh sebab itulah Rasulullah banyak memilih diam di banding berbicara, dalam sebuah hadits,  “ rasulullah Saw banyak memilih diam. “ ( Riwayat At- tirmidzi, Al haitsami menytakan bahwa para perawinya tsiqoh ). Selain itu islam juga telah memberikan opsi kepada lisan kita, yaitu berkata baik atau diam. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “ Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata baik atau diam.” (Riwayat Muslim)
Namun jika ditinjau dari keburukannya, dam lebih kecil keburukannya daripada yang ditimbulkan lantaran ucapan. Fakta yang selama ini kita bisa kita lihat, sudah berapa banyak orang yang terbunuh karena lisan orang lain dan sudah berapa banyak perang yang terjadi di dunia ini akibat lisan seseorang baik mereka itu para pemimpin maupun orang kecil, akibat lisan yang sering digunakan untuk menghina, mencelah, mengaduh domba dan bahkan menggibah orang lain, atau bahkan sering mengumbar janji-janji palsu. Akibat semua itu terkadang orang lupa jika tidak semua orang yang bisa sabar menahan celaan, hinaan maupun gibaan. Sehingga terjadi pertempuran di mana-mana. Abu Nu’aim meriiwayatkan perkataan ahli hikma, “ Aku tidak menyesal terhadap apa yang tidak aku katakan. Namun, aku menyesal terhadap apa yang telah aku katakan.”
Kita dapat melihat pada abad perang dunia ke dua, bagaimana akibat lisan yang dilontarkan oleh seorang jendral perang bernama Hitler, akibat kata-katanya dia bisa membunuh puluhan juta ribu jiwa dalam perang yang dipimpinnya pada saat itu. Selain itu tidak jarang kita mendengarkan di berabagai media dan informasi, bahwa begitu banyak orang yang nekat melakukan bunuh diri atau bahkan membunuh saudaranya sendiri diakibatkan perkataan orang lain yang meskipun perkataan tersebut hanya sekedar candaan saja, seperti halnya seorang suami tegah membunuh istrinya sendiri yang diakibatkan desas-desus perkataan tetangganya yang mengatakan bahwa isterinya telah berselingkuh dan masih banyak lagi hal serupa yang sering kita dengar dari berita dan kita baca dari Koran-koran. Jika demikian pantaslah jika para ulama menjuliki sepotong daging itu dengan julukan yang menakutkan. Ibnu Abu Dunya meriwayatkan, orang-orang terdahulu menjuluki lidah sebagai binatang buas, “sesungguhnya lidahku adalah binatang buas, kalau aku lepaskan, ia yang akan menerkamku.”

Kendalikanlah lidah
Bahaya lisan ini tidak hanya perlu di waspadai oleh mereka yang awam, akan tetapi juga bagi alim ulama yang berilmu, karena bahaya lisan juga dapat menimpa siapa saja jika mereka tidak bisa mengendalikan lidah mereka dalam melontarkan kata-kata. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Ibnu Mubarak, pernah menyatakan bahwa salah satu bencana yang menimpah orang alim adalah jika ia lebih suka berbicara dairpada mendengar. Padahal dengan diam dan mendengar, ilmu akan diperoleh dan hal itu lebih selamat.
Oleh sebab itu, banyak para ulama zaman dahulu yang berusaha keras berlatih untuk tidak bicara, kecuali jika memang benar-benar diperlukan. Seperti halnya generasi terdahulu yang berlatih diam selama 20 tahun , yaitu Abdullah bin Dzakariya dan Mauriq Al-Ijli, namun keduanya merasa tidak mampu meneruskannya, dan masih banyak lagi contoh ulama-ulama terdahulu yang berusaha berlatih untuk hanya sekedar diam.
Jika para ulama-ulama terdahulu senantiasa menjaga lisannya, maka bagaimana dengan kita?

*) Penulis adalah anggota Asosiasi Penulis Islam (API) Indonesia
Teruskan :

+ Komentar + 1 Komentar

kunjungan gan.,.
bagi" motivasi.,.
kehilangan jadikanlah sebuah pelajaran untuk mu.,.
jangan hanya menyesali apa yang terjadi.,.
di tunggu kunjungan balik.na gan.,.,

Posting Komentar

Tanggapi atas dasar dari lubuk hati dengan ilmu yang Anda miliki..

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Asosiasi Penulis Islam (API) Surabaya - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger